UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Pemahaman tentang sepakat sebagaimana diatur dalam kaitan undang-undang hukum perdata: suatu tinjauan filosofis

Ignatius Supriyadi; Wahyono Darmabrata, supervisor; Theodorus Sardjito, supervisor (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998)

 Abstrak

Pembakuan sepakat sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian kedalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dipengaruhi oleh pemikiran yang berkembang pada waktu itu, yaitu Rasionalisme dan Individualisme. Individu dipandang sebagai pusat kehidupan dan tujuan dari setiap tindakannya. Ia mempunyai akal budi dan kebebasan untuk berkehendak atau berkemauan juga untuk menyatakan ya atau tidak dalam pembuatan suatu perjanjian. Perjanjian merupakan sarana perwujudnyataan dari kebebasan manusia. Itu berarti perjanjian menjadi sarana aktualisasi jati diri manusia. Perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Perjanjian sah apabila memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian, yaitu sepakat para pihak yang membuatnya, kecakapan para pihak, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal. Dalam sepakat, terpancar kebebasan manusia. Sepakat menjadi hubungan antar individu yang saling memiliki kebebasan, kehendak, dan kemauan. Para individu yang terlibat dalam pencapaian sepakat adalah sejajar dan seimbang. Disetujui atau tidaknya suatu penawaran dalam rangka membentuk perjanjian, bergantung pada kehendak bebas dari para pihak. Pembakuan sepakat tersebut menjawab tuntutan pemikiran Rasionalisme dan Individualisme. Karena itu, sudah sewajarnya sepakat perlu distandardisasi atau dibakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan atau manipulasi dari pihak-pihak tertentu. Pasal 132 pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan batasan sepakat, yaitu tidak boleh adanya kekhilafan, paksaaan ataupun penipuan. Pada dasarnya, perjanjian yang dibuat secara sah, telah dilahirkan sejak detik tercapainya sepakat dari para pihak mengenai hal-hal yang pokok. Jadi, cukup disampaikan secara lisan. Akan tetapi, sifat perjanjian konsensual (asas konsensualisme) ini adakalanya dibatasi dengan perjanjian ormal yang mengharuskan adanya formalitas tertentu (perjanjian harus dibuat dengan akta) yang ditetapkan oleh undang-undang dan dibuat oleh pejabat yang berwenang, agar perjanjian tersebut melahirkan suatu perikatan. Jadi, formalitas tersebut adakalanya merupakan syarat bagi adanya suatu perikatan yang dilahirkan dari perjanjian. Sepakat untuk menutup perjanjian yang memiliki hal tertentu dan tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum tetapi diberikan oleh pihak yang belum dewasa, oleh pihak yang berada di bawah pengampuan, oleh perempuan yang bersuami, atau oleh orang yang kepada siapa undang-undang melarang melakukan perjanjian tertentu, dapat dimintakan pembatalannya. Sedangkan, sepakat untuk menutup perjanjian yang tidak memiliki hal tertentu atau bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum, adalah batal demi hukum, kendatipun diberikan oleh pihak yang cakap. Apabila hanya syarat sepakat yang tidak terpenuhi dalam pembuatan perjanjian, perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya.

 File Digital: 1

Shelf
 S20958-Ignatius Supriyadi.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Skripsi Membership
No. Panggil : S20958
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : ix, 137 pages ; 28 cm
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S20958 14-22-33090964 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20202955
Cover