Sejak krisis moneter melanda Indonesia diiringi dengan kejatuhan bisnis perbankan, berbagai kalangan terutama media massa ramai membicarakan dosa-dosa para pengurus bank yang kita kenal dengan sebutan direksi dan komisaris. Merekalah yang disebut-sebut paling bertanggung jawab terhadap jatuhnya bisnis perbankan dan penyebab terjadinya krisis moneter di Indonesia. Kemudian ditemukan lagi bahwa tidak hanya direksi dan komisaris, tetapi juga para pemilik bank, atau yang kita kenal dengan sebutan para pemegang saham, merekalah yang ternyata memberikan perintah kepada direksi dan komisaris untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran, yang kemudian kita kenal dengan melakukan perbuatan melawan hukum. Berbagai media massa ramai menuntut para bankir tersebut telah melakukan tindak pidana korupsi, menggunakan sesuatu yang bukan miliknya untuk kepentingan pribadi. Tetapi tampaknya sampai sekarang belum ada satu bankirpun yang dipenjara atau paling tidak dihukum karena terbukti memperkaya diri sendiri, padahal kesalahan mereka jelas dan sudah merugikan banyak pihak. Jika kita tinjau lebih dalam lagi, para bankir tersebut tidak hanya telah melakukan tindak pidana tetapi juga dapat dituntut secara perdata, karena mereka terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum. Pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan sehingga bank yang mereka pimpin dinyatakan tidak sehat dan dilikuidasi pemerintah sehingga merugikan orang banyak, jelas merupakan perbuatan melawan hukum. Mereka telah melanggar peraturan mengenai tingkat kesehatan bank yang seharusnya mereka patuhi. Akibat perbuatan mereka yang tidak hanya menimbulkan kerugian kepada rakyat tetapi juga negara seharusnya mendapat ganjaran yang setimpal. Sehingga kita tahu bagaimana penegakan hukum di Indonesia ini.