ABSTRAKWangwe on his study ‘the management of foreign aid in Tanzania’ noted that the
weaknesses of monitoring and accountability mechanism resulted to a failure of
the fulfillment of aid commitments utilization; it also caused a decline in the trust
of the donors and also the decrease of government credibility over donors.
Answering Wangwe, Paris Declaration existed to optimize the M&E function as
well as to achieve its five principles: 1) Ownership; 2) Harmonization; 3)
Alignment; 4) Results; and 5) mutual accountability for aid effectiveness.
Analyzing the implementation in Indonesia, we should appreciate the Government
of Indonesia who has achieved in gathering 22 bilateral and multilateral donors
institutions to sign a commitment for aid effectiveness in Indonesia. Jakarta's
commitment brings to a new paradigm on how foreign aid will (hopefully) be well
managed.
However, the analysis toward the M&E policy and performance found missalignment
and gaps between them. In addition, the existing M&E policy which
should refer to the development planning policy remain miss-align as well. On the
other hand the need for a sustainable and aligned M&E policy did not appear in
the existing design. Thus these miss-alignments and gaps might cause reduced the
performance and quality of a resulted M&E.
Considering the need for optimum M&E policy for aid effectiveness a head, thus
the evaluation and funding unit of Bappenas should develop and align their M&E
policy as it suggested by this research.
ABSTRAKWangwe menuliskan bahwa lemahnya mekanisme monitoring dan akuntabilitas
pengelolaan utang luar negeri berakibat pada gagalnya pemenuhan terhadap
komitmen pemanfaatannya, hal ini juga mengakibatkan turunnya kepercayaan dari
lembaga donor dan mau tidak mau juga berakibat pada turunnya kredibilitas
pemerintah di mata lembaga donor.
Menjawab Wangwe dan keresahan Internasional tentang efektivitas bantuan luar
negeri, Deklarasi Paris hadir guna mendorong optimalisasi fungsi M&E terhadap
ketercapaian prinsip: 1) Kepemilikan; 2) Harmonisasi; 3) Kesetaraan; 4) Hasil;
dan 5) Akuntabilitas timbal balik pemanfaatan bantuan luar negeri. Berdasarkan
hasil studi kasus implementasinya di Indonesia, patut diapresiasi upaya
Pemerintah Indonesia dalam merangkul 22 lembaga donor bilateral dan
multilateral untuk menandatangani Komitmen Jakarta. Komitmen tersebut
membawa Indonesia ke paradigma pemanfaatan bantuan luar negeri yang baru.
Namun, hasil studi literatur terhadap kebijakan dan praktik M&E di Indonesia
ditemukan ketidakselarasan dan kesenjangan diantara keduanya termasuk adanya
ketidakselarasan terhadap kebijakan perencanaannya. Di sisi lain kebutuhan akan
kebijakan M&E yang selaras dan berkelanjutan belum nampak pada desain
kebijakan M&E yang ada saat ini. Hal tersebut mengakibatkan tidak optimalnya
kinerja dan kualitas M&E yang dihasilkan.
Mengingat pentingnya kebutuhan akan optimalnya kebijakan M&E bagi
efektivitas pinjaman/hibah luar negeri, maka ke depan diharapkan UKE II se-EKP
(Evaluasi Kinerja Pembangunan) dan UKE II PPP (Pendayagunaan Pendanaan
Pembangunan) Bappenas dapat mengembangkan pola dan menyelaraskan
kebijakan M&Enya sebagaimana hasil rekomendasi penelitian ini.