Remaja sebagai individu yang sedang berada pada masa transisi menuju ke dewasa, dituntut untuk membentuk ?sense of identity' dan melihat dirinya berbeda dan terpisah dari individu lain. Pencapaian identitas diri pada masa ini penting untuk keberhasilan remaja dalam menjalankan perannya di tahap berikutnya, yaitu tahap isolation vs intimacy (Erikson, 1968). Namun keadaan krisis biasanya mengiringi proses pembentukan identitas diri remaja, dan bila tidak dapat terselesaikan akan menyebabkan remaja terus berada pada kebingungan identitas dan tidak dapat menjalankan perannya sebagai individu yang utuh.
Pembentukan identitas diri terjadi melalui pencapaian physical self sexual self vocational self social self dan phylosophic self (Erikson, 1963). Sejalan dengan kompleksnya tugas perkembangan yang harus dihadapi oleh remaja, keadaan ekonomi dan pendidikan yang rendah dapat menjadi faktor yang menyulitkan remaja dalam membentuk identitas dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Marcia (1989) yang menyatakan bahwa keterbatasan ekonomi dan pendidikan menyulitkan remaja dalam mencapai identitas pada domain vocational. Pernyataan ini dikuatkan pandangan Erikson, yang mementingkan faktor pendidikan dan pekerjaan sebagai pembentuk identitas utama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana gambaran diri remaja miskin yang putus sekolah tercapai dengan melihat pencapaian identitas diri melalui penghayatan dan pemahaman remaja akan dirinya pada 5 domain. Oleh karena itu teknik yang digunakan dalam pelaksaan penelitian adalah metode studi kasus melalui wawancara mendalam. Sample yang digunakan dalam penelitian adalah remaja akhir dengan batasan usia antara 18-20 tahun. Alasan penggunaan batasan usia ini karena pada masa remaja akhir diasumsikan sudah dapat berpikir abstrak dalam mengintegrasikan seluruh pengalamannya dan membentuk identitas dirinya.
Dari 4 orang subyek yang diwawancara, peneliti memperoleh hasil bahwa pencapaian identitas diri pada remaja miskin yang putus sekolah memiliki kecenderungan yang besar berada pada status diffusion, namun masih ada kemungkinan remaja berada pada status foreclosure. Fenomena ini terjadi karena subyek terbatas dalam dua faktor penting dalam 5 domain pencapaian identitas diri.
Melihat hasil yang diperoleh dari penelitian ini, peneliti berpendapat penerimaan diri pada remaja miskin yang putus sekolah cukup baik, dan mereka cukup realistis dalam menentukan tujuan hidupnya. Ketidakberhasilan remaja miskin dalam mencapai salah satu domain identitas diri lebih disebabkan keadaan ekonomi yang kurang menguntungkan dan minimnya keterampilan pekerjaan sehingga sulit bagi remaja miskin mendapat pilihan-pilihan. Hal lain yang cukup menarik dari penelitian ini adalah ditemukannya persamaan pada semua sample penelitian dalam memilih bidang pekerjaannya.
Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan melihat perbedaan identitas diri antara remaja miskin laki-laki dengan remaja miskin perempuan, dan mengapa remaja miskin cenderung memilih bidang pekerjaan yang sama.