Representasi data multimedia seperti gambar, musik dan video dalam bentuk digital mempermudah penyebaran data multimedia tersebut melalui jaringan internet. Hal ini pada akhirnya menyebabkan penyalahgunaan data multimedia yang mengancam keamanan hak cipta. Digital watermarking adalah metode penyisipan informasi, yang disebut sebagai watermark, pada data multimedia sedemikian rupa sehingga tidak dapat dideteksi oleh manusia (Imperceptibility) tetapi dapat dengan mudah dideteksi oleh komputer[2]. Watermarking berguna untuk melindungi data yang didistribusikan melalui Internet atau secara nirkabel dari penduplikasian ilegal. Teknik watermarking berbasiskan wavelet kemudian dipadukan dengan informasi-informasi dari karakteristik sistem penglihatan manusia merupakan salah satu algoritma yang digunakan dalam watermarking pada gambar digital.
Pada skripsi ini, analisis dilakukan untuk melihat hubungan sifat perceptual imperceptibility dari watermark dengan tingkat pendeteksian. Hal ini dilakukan karena salah satu ciri dari watermarking yang utama adalah memiliki sifat imperceptibility. Proses analisis didukung dengan simulasi yang dibuat menggunakan MATLAB versi 7.0.1. dan diujicobakan pada lima buah gambar hitam-putih berukuran 256x256 pixel.
Pada hasil simulasi didapatkan bahwa gambar Lenna, Matches, dan Crowd memiliki nilai alpa sebesar 0.001-0.01 untuk mendapatkan visual imperceptibility yang baik dan masih dapat terdeteksi. Sedangkan gambar Rose dan Cameraman memiliki batas nilai alpa sebesar 0.002-0.01. Batas ketahanan terhadap Gaussian noise ketika gambar-gambar input disisipi watermark dengan nilai alpa sebesar 0.01 adalah pada variance Gaussian noise sebesar 0.04 untuk gambar Lenna, 0.01 untuk gambar Rose, 0.05 untuk gambar Matches dan Crowd, 0.03 untuk gambar Cameraman.