UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Perbandingan fasade kulit kedua antara arsitektur Walter Gropius dan arsitektur Indonesia masa kini = The comparison of secondary skin facade between Walter Gropius architecture and Indonesia architecture now

Bryane Budiman; Hendrajaya Isnaeni, supervisor (Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006)

 Abstrak

Fenomena pemakaian kulit kedua sebagai fasade pada bangunan-bangunan di Indonesia terjadi selama kurun waktu lima tahun terakhir. Fasade kulit kedua ini dianggap sebagai salah satu alternative penyelesaian ikiim tropis pada bangunan-bangunan di Indonesia, selain berfungsi memberikan kesan atau image yang berbeda dibanding bangunan yang telah ada. Image yang ingin diberikan tersebut tentunya disesuaikan dengan gaya hidup kaum metropolitan dengan tidak melupakan sisi vemakuler Indonesia yang ditonjolkan melalui permainan material. Tetapi saat ini pemakaian kulit kedua tidak sekedar berfungsi sebagai fasade, melainkan menjadi bagian dari massa bangunan yang tidak dapat dilepaskan. Bangunan-bangunan yang menggunakan fasade kuirt dua lapis pada akhirnya dianggap sebagai bangunan yang membawa kesegaran baru bagi dunia arsrtektur di Indonesia. Pada kenyataannya fasade kulit kedua bukanlah sesuatu hal baru di dunia arsrtektur. Arsitek Walter Gropius telah menggunakannya pada zaman High Modernism [1925], suatu zaman yang menolak kebesaran arsrtektur klasik.
Walter Gropius adalah arsitek yang hidup pada zaman dimana material pre-fabiicated baru ditemukan, sehingga mengakibatkan industrialisasi besar-besaran serta uniformity, pada bangunan-bangunan / karya arsrtektur, dan gaya arsrtektur dengan menggunakan fasade kulit kedua telah pertama kali diterapkannya pada zaman ini. Pemakaian fasade kulit kedua antara arsitek Walter Gropius dengan para arsrtek di Indonesia tentunya tidak sama, mengingat adanya perbedaan geografis serta kebudayaan dari masing-masing negara, apalagi kedua arsrtektur tersebut berada pada dua zaman yang jauh berbeda. Menjadi pertanyaan apakah fenomena pemakaian fasade kuirt dua lapis di Indonesia merupakan suatu gaya baru yang orisinil, ataukah hanya sekedar mengulang gaya arsrtektur yang telah lama digunakan dan pada suatu trtik akan kembali menghilang. Apakah faktor globalisasi dan kemudahan mendapatkan informasi turut membantu kembalinya pemakaian fasade kulit kedua pada bangunan-bangunan di Indonesia, karena pada era globalisasi sekarang ini, sepertinya sudah tidak ada batas bagi teori dan praktek arsrtektur antar negara di seluruh dunia.

The phenomenon of secondary skin as a facade of Indonesia buildings used during the last five years. This secondary skin facade considered as one of alternative solution of tropical climate at Indonesian buildings, besides functioning to bring a different impression for the buildings image, compared to another existing buidings in surrounding. The images is adapted from metropolitan lifestyle without ignore Indonesian vernacular side, through traditional materials application. Today, the usage of secondary skin is not simply functioning as a facade, but become the part of building mass which can not be discharged. In the end, secondary skin building brings a freshness in Indonesian architecture style. Practically the secondary skin facade is not a new matter in architectural world.
Walter Gropius architect already used rt at High Modernism period [1925], a period when the highness of classical architecture is refused. Walter Gropius is an architect who life at period where material of pre-fabricated just founded, which is makes uniformity for all the architecture masterpiece, and at this time, Walter Gropius already used this secondary skin as a facade. The usage of secondary skin facade between Walter Gropius architecture and Indonesian architecture is not the same, considering the difference of geographical and cultural from each country, besides that, both were in different period of time. What become a question is, do phenomenon of secondary skin facade in Indonesia buildings is a new look which is o.-iginal, or just repeating an old architecture style which already used, and at one particular moment will disappear. Do globalization and the easyness to get information influencing the usage of secondary skin in Indonesia, because in this globalization era, there is no limit for architecture theory and practice in the universe.

 File Digital: 1

Shelf
 S48566-Bryane Budiman.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Skripsi Membership
No. Panggil : S48566
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xiii, 69 pages ; 28 cm
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S48566 14-22-57131213 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20245988
Cover