Globalisasi menjadi realitas yang tak dapat dielakkan dan menjadi wacana baru dalam perspektif ekonomi, politik maupun budaya. Dari perspektif politik, globalisasi dikaitkan dengan kedaulatan negara. Dominasi kekuatan pasar global atas negara; berlangsung melalui kekuatan lembaga supranasional (IMF, WTO dan Bank Dunia), perusahaan transnasional dan tekanan kelompok negara maju terhadap negara berkembang. Berbagai asumsi yang mendasari implementasi globalisasi, kerap berbenturan dengan perbedaan titik start di antara negara yang terlibat.
Penelitian ini mengkaji relativitas kedaulatan negara dalam tata dunia kontemporer, yang berfokus pada pertanyaan tentang bagaimana ideologi yang mendasari globalisasi bekerja membentuk tata masyarakat dunia, aspek globalisasi yang berpengaruh terhadap kedaulatan negara dan implikasi globalisasi pada kedaulatan negara. Penelitian ini menggunakan analisis wacana sebagai metode analisis, yang berarti membuka kesempatan melakukan investigasi terhadap relasi antara bahasa dan ideologi.
Analisis wacana berfokus pada pesan yang tersembunyi Oaten), dimana yang menjadi titik perhatian bukanlah hanya pesan, tetapi juga makna. Berdasarkan basil penelitian ini ditemukan bahwa ideologi yang mendasari globalisasi bekerja melalui kehadiran tiga lembaga supranasional sebagai bagian dari Bretton Woods. Ketiga lembaga tersebut mempromosikan ideologi yang diupayakan menjadi fundamentalisme pasar, yaitu (a) pertumbuhan ekonomi dan peningkatan perdagangan yang dicapai melalui deregulasi dan privatisasi (b) peningkatan investasi asing di berbagai negara Dunia Ketiga akan memperbesar kapasitas produksi dan pembangunan, yang akan meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin.
Aspek globalisasi yang berpengaruh terhadap kedaulatan negara adalah kehendak lembaga supranasional dan perusahaan transnasional, bahwa semua negara menggunakan model perekonomian yang sama. Menurut mereka, menjadi tidak efisien apabila tiap bangsa menyatakan apa yang paling baik bagi rakyatnya melalui undang-undang yang demokratis. Karenanya, undang-undang seperti itu harus disubordinasi dengan penjanjian, aturan main dan kesepkatan yang dihasilkan lembaga supranasional, yang menghasilkan "konstitusi baru perekonomian global".