Tesis ini membahas mengenai apakah Notaris diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai atas jasa Notaris dan bagaimana pelaksanaannya. Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 diketahui bahwa Notaris termasuk salah satu Pengusaha Kena Pajak atas setiap jasa yang diberikannya kepada masyarakat. Untuk mengkaji dan menjawab permasalahan tersebut di atas maka penulisan tesis ini mempergunakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Notaris yang diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Notaris yang termasuk dalam kategori Pengusaha Besar. Disarankan kepada Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak hendaknya jasa hukum yang diberikan oleh seorang Notaris tidak dimasukkan sebagai jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana yang juga diberikan terhadap beberapa jenis jasa lainnya dan adanya bimbingan kepada Notaris dari instansi yang terkait dalam hal perpajakan.
The focuses of this thesis are whether Notary Public has an obligation to collect Value Added Tax (VAT) and how the implementation of this obligation. Based onv the Law Number 42 year 2009, it is known that Notary Public is one of the entrepreneur who obliged to collect VAT for their services to public. To analyze and answer the above mentioned problems, thus the writer uses an analytical descriptive research with a normative juridical approach. The result of this thesis shows that Notary public who obliged to collect VAT is the Notary Public who fulfilled the requirement of Taxable Company/Business. It is suggested that the government, especially Directorate General of Tax, shall verdict that the law service provided by notary is not included as the service which are levied with VAT as those provided on other kinds of services and the government should take responsibility to conduct Notary regarding tax matters.