Tesis ini bermaksud untuk melakukan peninjauan dan penelitian atas beberapa putusan Pengadilan Niaga (yang merupakan badan peradilan khusus dalam lingkup Pengadilan Negeri yang disyaratkan dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Tentang Kepailitan-"UJK") dan Mahkamah Agung, sehubungan dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UUK, dan selanjutnya untuk melihat apakah putusan-putusan Pengadilan N:aga dan Mahkamah Agung tersebut, yang secara implikasinya merupakan salah satu bentuk dari pelaksanaan UUK, dapat atau telah memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha pada khususnya dan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Bentuk penelitian dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan bahan pustaka sebagai data dasar (sekunder). Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Dari peninjauan dan penelitian tersebut diharapkan dapat dilihat bagaimana pelaksanaan UUK dalam bentuk putusan-putusan tersebut, dan apakah pelaksanaan UUK tersebut telah memberikan kepastian hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Konsideran UUK. Hasil dari peninjauan dan penelitian ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan UUK dalam bentuk putusan-putusan Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung dalam kenyataannya belum mencerminkan adanya kepastian hukum.
Sebagaimana terlihat dari beberapa keputusan Pengadilan Niaga maupun Mahkamah Agung, dimana banyak diantaranya yang saling bertentangan satu dengan yang lain maupun dengan ketentuan UUK itu sendiri, akibatnya keputusan-keputusan tersebut menjadi tidak mempunyai konsistensi/stabililitas (stability) dan dapat diperkirakan (predictability), sehingga menimbulkan efek ketidak pastian hukum. Kepastian hukum penting bagi dunia usaha, perbankan, dan para pemodal baik asing maupun domestik dalam menentukan keputusan apakah mereka akan melakukan usaha atau investasi di Indonesia. Sehingga tanpa adanya kepastian hukum tersebut adalah sulit bagi masyarakat dunia usaha untuk beroperasi secara optimal tanpa adanya 2 unsur utama dari kepastian hukum yaitu stability dan predictability. Kelemahan dari putusan-putusan Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung sebagai bentuk dari pelaksanaan UUK tersebut dari segi yuridis dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti: 1) pembentukan UUK yang tergesa-gesa; 2) penolakan pihak debitur; 3) sumber daya manusia yang lemah; 4) judicial corruptioir, dan 5) rendahnya kemauan pemerintah, yang mana kelemahan segi yuridis tersebut sebenarnya bermuara dari kelemahan segi filosofis yaitu budaya hukum (legal culture) masyarakat kita yang kurang menghargai hukum itu sendiri karena dianggap sebagai hal yang tidak perlu diperhatikan, asal ada saja tetapi tidak perlu dijalankan. Hal tersebut karena kurangnya kesadaran mereka atas kegunaan hukum untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Oleh sebab itu, kelemahan tersebut perlu ditanggulangi dengan membangun budaya hukum masyarakat Indonesia itu sendiri secara bertahap menuju kearah perbaikan dengan pendidikan yang berkesinabungan baik dari segi moral maupun akademis, disertai insentif yang jelas, agar pelaksanaan UUK dapat memberikan kepastian hukum seperti yang diharapkan.