ABSTRAKBerdasarkan hukum positif, tidak ada pendelegasian
kewenangan (delegatie van wetgevingsbevoegheid) kepada
Menteri Keuangan untuk membuat peraturan tentang Balai
Lelang. Namun Menteri Keuangan telah mengeluarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 306/KMK.01/2002 tentang Balai Lelang
jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47/KMK.01/1996. Dalam
tesis ini diangkat pokok permasalahan (a) Apakah Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 306/KMK.01/2002 secara yuridis,
sosiologis dan filosofis telah sesuai dengan hukum
positif?; (b) Apakah Pejabat Lelang dapat terafiliasi
dengan Balai Lelang?; (c) Apakah biaya administrasi yang
ada memberatkan Balai Lelang dan berapa besarannya agar
lebih kompetitif?. Dalam pembahasan tesis ini digunakan
landasan teori Stufentheorie Hans Kelsen dan konsepsi "Iaw
as a tool of social engineering" Roscou Pound, serta
dilakukan penelitian kepustakaan dan lapangan. Adapun hasil
analisis yang diperoleh menyimpulkan bahwa, pertama,
apabila ditinjau secara yuridis berdasarkan ajaran
Stufentheorie Hans Kelsen, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
306/KMK.01/2002 tidak sesuai dengan hukum positif yang berlaku saat ini namum apabila ditinjau secara sosiologis
dan filosofis berdasarkan konsepsi "Law as a tool of
social engineering" Roscoe Pound, maka Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 306/KMK.01/2002 telah sesuai dengan teori
hukum. Kedua, pengangkatan Pejabat Lelang pada Balai Lelang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Ketiga., pembebanan biaya administrasi lelang
sebesar 1% (satu persen) memberatkan Balai Lelang.
Berdasarkan analisis tersebut penulis menyarankan, pertama,
landasan hukum keberadaan Balai Lelang ditingkatkan dengan
Keputusan Presiden. Kedua, Pejabat Lelang tidak
berkedudukan pada Balai Lelang. Dan ketiga, tarif biaya
administrasi lelang ditetapkan secara regressive dengan
kisaran antara 0,30% sampai dengan 0,50%.