Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah berdampak ke berbagai sektor perekonomian, khususnya menurunnya kemampuan perusahaan-perusahaan untuk membayar kembali hutang-hutang mereka kepada kreditor. Hal ini telah menimbulkan kekhawatiran kreditor untuk dapat menuntut pelunasan piutangnya kepada debitor. Para kreditor memandang perlu ada solusi hukum yang mampu menjamin kepentingan kreditor berkaitan dengan jaminan pelunasan akan investasi yang telah mereka tanamkan, yaitu melalui lembaga kepailitan. Perangkat hukum kepailitan yang dimiliki Indonesia dianggap tidak memadai lagi dengan kondisi masyarakat, khususnya dunia usaha yang berkembang sekarang ini- UU Kepailitan lama dianggap kurang memberikan perlindungan kepada kreditor dalam mengupayakan pelunasan piutangnya, khususnya karena proses kepailitan harus dilakukan melalui prosedur hukum acara perdata sebagaimana perkara perdata lainnya yang berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang lama. Hal lain yang menjadi sorotan adalah sikap ketidakpercayaan mereka dalam memandang dunia peradilan Indonesia yang penuh dengan KKN.
Oleh karena itu IMF sebagai kreditor terbesar bagi Indonesia, meminta pemerintah Indonesia segera melakukan revisi terhadap UU Kepailitan dan pembentukan Pengadilan Niaga sebagaimana tertuang dalam nota kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dengan IMF.
Tuntutan dan desakan IMF ini telah mendorong Pemerintah untuk segera melakukan amandemen terhadap Faillissement Verordening, melalui Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang kemudian ditetapkan menjadi UU Nomor 4 tahun 1998. Pada intinya substansi amandemen UU kepailitan lebih ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada kreditor dengan mengacu pada asas cepat, sederhana, transparan, dan efektif.
Dalam tataran implementasi, penerapan UU Kepailitan di lapangan belum seperti yang diharapkan. Hal ini terjadi karena adanya beberapa kelemahan dalam subtansi pengaturannya antara lain ketidakjelasan pengaturan yang pada akhirnya menimbulkan multi interpretasi. Disamping itu keberadaan Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus yang berwenang menangani perkara kepailitan belum didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.