Tesis ini membahas mengenai kedudukan anak luar nikah dalam hubungannya dengan hak mewaris dari orangtuanya menurut Hukum Perdata Barat setelah berlakunya Undangundang Nomor 1 tahun 1974, bagi mereka yang tunduk pada Kitab Undang undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata disyaratkan bagi seorang anak luar nikah harus terlebih dahulu diakui oleh ayah dan atau ibunya, baru mempunyai hubungan perdata dan dapat mewaris dari orangtua yang mengakuinya. Di Indonesia, ketentuan mengenai kedudukan hukum seorang anak luar nikah mulai ada perkembangan dengan diundangkannya Undang-undang Perkawinan, yaitu Undang-undang Nomor 1 tahun 1974. Pasal 4 3 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 menentukan bahwa sejak lahirnya seorang anak dari ibu yang tidak menikah secara sah mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Tetapi ketentuan ini tidak diikuti dengan ketentuan mengenai akibatnya dalam hukum waris terhadap bagian warisan anak anak luar nikah tersebut. Hal ini menjadi permasalahan hingga saat ini. Dalam tesis ini dibahas sampai berapa jauh akibat dari adanya ketentuan Pasal 43 Undang-undang Perkawinan, Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tersebut, dalam pengaturan bagian warisan anak luar nikah.
Untuk memberikan hak yang sama bagi anak-anak dalam satu keluarga terhadap warisan ibunya, ternyata masih diperlukan pengaturan lebih lanjut, khususnya bagi anakanak yang - seringkali karena ketidaktahuan orang tua terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku - dicatat sebagai anak luar nikah. Demikian pula bila ingin agar terdapat lebih banyak anak-anak luar nikah yang mengalami peningkatan status menjadi anak sah, ada beberapa proses yang dapat ditempuh. Ketentuan-ketentuan ini hendaknya dipergunakan sebaik mungkin agar tercapai keadilan dan persamaan hak bagi anak-anak yang kehilangan haknya dalam hal pewarisan. Sebagai bahan pembanding dibahas sekilas masalah perkembangan hak waric anak luar nikah di negara Belanda.