ABSTRAKRuntuhnya perekonomian Indonesia sebagai akibat dari
krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997,
dimana salah satu faktor pemicunya adalah adanya kewajiban
sebagian besar perusahaan untuk menyelesaikan utang yang
pada saat itu telah jatuh tempo. Dalam keadaan seperti itu
muncul gagasan untuk merevisi Faillessements Verordening
(FV)S. 1905-217 jo. 1906-348 yang pada akhirnya menjadi
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang Kepailitan, dengan
terbentuknya Peradilan Niaga sebagai penyelesaian sengketa
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Lembaga ini dipersiapkan untuk menjadi suatu model
peradilan modern dimana proses berperkara dibatasi oleh
time frame yang ketat. Namun dalam perkembangannya
Pengadilan Niaga ini mulai diselewengkan dari awal tujuan
pembentukannya, yakni sebagai sarana bagi kreditur kecil
untuk mengancam, bahkan memailitkan, debitur besar yang
secara finansial dalam keadaan sehat dan tidak sedang
distress (kesulitan). Metode penulisan tesis ini adalah
deskriptif analitis, yaitu penggambaran situasi dan kondisi
yang ada pada saat ini, yang selanjutnya setelah
diketahuinya identifikasi masalah, akan dijelaskan mengenai aspek perlindungan publik dalam peradilan niaga, di mana
pada pembahasan akan dianalisis dengan menggunakan pedoman
dari literatur yang ada maupun dari penelitian yang
dilaksanakan pada peradilan niaga. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, maka perlu segera dilakukan revisi
terhadap Undang-undang Kepailitan, dengan catatan sebagai
berikut: 1.Adanya kepastian pengertian/definisi/terminologi
"kepentingan umum" atau "kepentingan publik" dalam Undangundang
Kepailitan; 2.Debitur hanya dapat dipailitkan, jika
dalam kondisi keuangan yang tidak sehat; 3.Bagi perusahaan
yang bergerak dibidang industri yang amat bergantung pada
kepercayaan masyarakat atau mengelola dana masyarakat,
sebelum dinyatakan pailit, harus mendapatkan pertimbangan
dari instansi pemerintah yang melakukan pembinaan.