Indonesia adalah negara yang terdiri dari pulau-
pulau besar maupun kecil yang tersebar begitu banyaknya.
Untuk mengawasi keamanan tiap-tiap pulau membutuhkan
tenaga maupun sarana yang sangat besar. Demikian juga
dalam lalu lintas keluar-masuknya barang ke dan dari
pulau-pulau tersebut. Untuk itu dibuatlah peraturan yang
mengaturnya yaitu Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, sehingga lalu lintas barang dapat terkontrol
dan untuk menambah pemasukan dalam bentuk pajak tidak
langsung pada pemerintah.
Kepabeanan masuk dalam bidang hukum administrasi,
karena dalam penerapan sanksinya menggunakan sanksi
administrasi berupa denda disamping sanksi pidana.
Pengkategorian ini didasarkan pada jenis pelanggaran yang
dilakukan, pelanggaran ringan dikenakan sanksi
administrasi saja, sedangkan untuk pelanggaran yang berat
dikenakan sanksi pidana berupa penjara dan denda.
Dalam penelitian yang penulis lakukan di Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Priok Jakarta Utara dan
Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, pelanggaran yang paling
sering terjadi adalah pemalsuan dokumen baik impor maupun
ekspor. Sedangkan penyidikan dilakukan oleh Penyidik PPNS
dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di bawah
koordinasi dan pengawasan Penyidik Kepolisian.
Selanjutnya dilimpahkan ke Kejaksaan untuk diproses
sesuai dengan hukum yang berlaku yaitu menggunakan
ketentuan dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana. Jenis sanksi yang dikenakan adalah sanksi pidana
berupa pidana penjara dan denda.
Pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah Sanksi
Pidana dalam Hukum Administrasi dengan Mengkaji Undang-
Undang Kepabeanan (UU No. 10 tahun 1995). Disini penulis
membahas penggunaan sanksi pidana dalam penerapan
ketentuan pidana pada UU Kepabeanan bagi pelaku tindak
pidananya.