ABSTRAKSalah satu hal yang menjadi penyebab ditolaknya permintaan pendaftaran
merek oleh Dirjen HKI yaitu apabila merek yang diajukan pendaftarannya dianggap
memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik pihak lain yang sudah
didaftarkan. Walaupun demikian kenyataannya di dalam masyarakat sering kali
dijumpai dua buah merek yang beredar di pasaran yang memiliki persamaan pada
pokoknya, dimana hal ini tidak menutup kemungkinan timbulnya gugatan mengenai
masalah tersebut ke pengadilan. Lain halnya dengan merek yang memiliki persamaan
secara keseluruhan, dalam upaya memberikan perlindungan baik terhadap pemilik
merek yang berhak maupun terhadap konsumen, pengadilan menganggap perkara
sengketa merek yang memiliki persamaan pada pokoknya bukan merupakan perkara
yang mudah didalam pemecahannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa rumusan UU
Merek 2001 mengenai batasan terhadap suatu merek yang dianggap memiliki
persamaan pada pokoknya dengan merek pihak lain masih sangat jauh dari konsep
yang seharusnya. Peraturan yang ada saat ini masih sangat memungkinkan untuk
menyebabkan terjadinya penafsiran yang sifatnya subjektif, sehingga dapat
melahirkan putusan pengadilan yang dirasa belum dapat memberikan kepastian
hukum yang berkeadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Kejelian, kehatihatian
serta pengalaman seorang hakim dalam memeriksa perkara-perkara merek
yang memiliki persamaan pada pokoknya sangatlah diperlukan. Hakim dalam
memutus suatu perkara merek berdasarkan adanya persamaan pada pokoknya kiranya
harus selalu ingat bahwa konsep persamaan pada pokoknya adalah kebingungan yang
menyebabkan kekeliruan dari pembeli tentang sumber suatu produk. Para pembeli
dari barang-barang bersangkutan tidak seperti sang hakim yang mengadili perkara ini
yang akan memperoleh kesempatan untuk menjejerkan kedua merek bersangkutan
dihadapannya. Para pembeli hanya mempunyai suatu kesan dari merek yang pernah
dilihatnya tetapi bukan suatu gambaran yang jelas tentang semua bagian-bagian dari
merek itu. Makanya kesan dari merek-merek yang tinggal dalam ingatan publik
adalah kesan pada keseluruhannya dari merek-merek tersebut. Jadi, detail dari pada
merek-merek itu umumnya tidak diingat oleh publik pembeli barang bersangkutan.
Yang terpenting adalah bahwa pada waktu melakukan perbandingan antara kedua
merek bersangkutan ini, harus diingat apakah bagi khalayak ramai atau si pembeli
barang hanya teringat pada merek bersangkutan dalam garis-garis besarnya saja. Jadi
pada umumnya, karena banyak sekali merek-merek dalam praktek perdagangan
sehari-hari, maka si pembeli tidak terlalu memperhatikan dan tidak sadar tentang
adanya perbedaan-perbedaan kalau kesan pada umumnya itu sudah merupakan
persamaan, maka dalam menentukan apakah suatu merek memiliki persamaan pada
pokoknya atau tidak, maka merek-merek yang bersangkutan harus dipandang pada
keseluruhannya. Dalam menentukan ada atau tidaknya persamaan pada pokoknya
dari dua buah merek, selain masalah peraturan dan aparatur yang kurang mendukung,
budaya hukum masyarakat kita saat ini masih belum menyadari bahwa merek
merupakan suatu hal penting dan bernilai ekonomi. Selain itu sarana dan prasarana
yang ada ditiap-tiap lembaga, antara lain baik itu pada Ditjen Merek maupun
pengadilan masih kerap kali menggunakan sistem yang bersifat konvension
ABSTRACT