ABSTRAKWakaf adalah lembaga Islam kedua tertua di Indonesia
setelah perkawinan. Sejak zaman penjajahan telah dikenal di berbagai wilayah Indonesia, namun belum diatur secara
formal dalam perundang-undangan sehingga banyak menimbulkan
masalah hingga sekarang. Berkaitan dengan hal tersebut
perlu ditelaah mengenai cara-cara apa yang dapat mengurangi
atau bahkan menghilangkan penyalahgunaan yang sering
terjadi atas tanah-tanah wakaf seperti upaya pengalihan
fungsi dan status tanah wakaf, bagaimana eksistensi lembaga
wakaf ditinjau dari Hukum Agraria Nasional kita, bagaimana
peranan nadzir dalam proses pengalihan fungsi dan status
tanah wakaf tersebut dan kedudukan serta peranan Peradilan
Agama dalam memberikan perlindungan terhadap tanah wakaf.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian deskriptif analitis yaitu menggambarkan dan
menganalisa mengenai pelaksanaan penyelesaian sengketa
wakaf ditinjau dari dua sudut pandang hukum karena wakaf
merupakan transformasi Hukum Islam ke dalam Hukum Agraria
Nasional. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
dalam mempertahankan eksistensi tanah-tanah wakaf tidak hanya diperlukan kaidah Hukum Islam saja namun diperlukan
aturan formal yang secara tegas mengatur administrasi,
prosedur dan sanksi-sanksi, khususnya terhadap upaya
pengalihan status dan fungsi tanah wakaf karena semakin
tingginya nilai ekonomis tanah mengakibatkan permasalahan
wakaf meningkat dan ironisnya dilakukan oleh pihak-pihak
yang berwenang mengelola dan mengawasi tanah wakaf. Kondisi
tanah-tanah wakaf ini memerlukan perangkat hukum yang tegas
dan lebih mengikat sehingga hadirnya Undang-Undang Wakaf
sangat diharapkan demi terwujudnya produktifitas wakaf itu
sendiri. Melihat kondisi perekonomian negara kita saat ini,
wakaf dapat menjadi salah satu penunjang peningkatan
ekonomi seperti yang terjadi pada negara-negara yang telah
berhasil mengembangkan wakaf karenanya diperlukan peran
serta pemerintah antara lain dalam bentuk peraturan
perundang-undangan.