Manusia mempunyai keterbatasan dalam menyelesaikan masalahnya, dari keterbatasan tersebut dapat menjadi jembatan untuk dapat berinteraksi dan meminta bantuan orang lain. Jalan keluarnya adalah dengan cara pemberian kuasa baik secara lisan maupun tulisan dari orang yang mempunyai hak dan kekuasaan penuh terhadap sesuatu kepada orang lain untuk dapat melaksanakan pengurusan. Permasalahan yang dianalisis adalah tepat tidaknya Keputusan Pengadilan Tinggi mengenai kewenangan bertindak Penggugat dan penerapan surat kuasa ditinjau dari Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif dan data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, sehingga menghasilkan uraian deskriptif yang dapat menjabarkan jawaban permasalahan. Pemberian kuasa dalam hal bertindak di muka Pengadilan serta dalam pembuatan akta dihadapan notaris berkaitan dengan kedewasaan seseorang.
Usia dewasa adalah syarat untuk dapat cakap melakukan tindakan hukum, sedangkan dalam kewenangan bertindak dibutuhkan kecakapan bertindak. KUH Perdata menyebutkan batas usia dewasa adalah 21 tahun, sedangkan Undang-undang Jabatan Notaris menerapkan usia 18 tahun sebagai usia dewasa. Perbedaan tersebut bukan berarti mengaburkan peraturan mengenai penerapan surat kuasa karena pada dasarnya pemberian kuasa terjadi karena orang yang diwakili tidak cakap hukum, orang yang diwakili tidak mempunyai kewenangan bertindak, orang yang mewakili memang dalam kapasitasnya sebagai kuasa.
Dari analisa tersebut kedudukan Tuan Suhendro Santoso dalam akta pengikatan jual beli sudah tepat yaitu sebagai wakil anaknya yang masih dibawah umur. Sedangkan kedudukannya dalam surat gugatan jelaslah bertindak untuk dan atas nama diri sendiri karena tidak disebutkan secara jelas untuk siapa bertindak, sehingga dalam hal ini Tuan Suhendro Santoso tidak mempunyai kewenangan bertindak. Alangkah baiknya jika terjadi penyeragaman dalam penentuan batas usia dewasa, sehingga untuk orang yang awam mengenai hukum dapat merasa terlindungi dengan adanya kepastian hukum.
Person have limitations on solving their problems, this limitation can be make way for them to interact and asking for help from another. One of the solution is to grant authorization, either verbally or written, to another person who has the right and full authorization to do something to another to conduct a service. The issue that is being analysis is whether the High Court Decree concerning the authority to act of plaintiff and the application of power of attorney is in order or not being reviewed from Law Number 30 Year 2004 and Indonesian Civil Code. The writing of this thesis is using juridical normative method and the data acquired is analyzed qualitatively, so it can produce an descriptive explanation that can give answer on the issue. The granting o f authorization to act in court and also the making of the deed in front of notary are related with the maturity of someone.
Mature age is one o f the requirements to be do legal act. Indonesia Civil Code gives the age limitation of 21 years old whereas Law o f Notary Office regulates that 18 years old as the mature age. This difference does not mean it cloud the regulation on the application of Power o f Attorney because basically, related to the granting of authorization, if the person that is being represented does not legally capable, the person that is being represented does not have the authority to act, the representing person is in its capacity as the proxy.
From that analysis the position o f Mr. Suhendro Santoso in the contract o f sales and purchase deed is right, as the proxy o f his underage children. Whereas his position on the letter o f claim is clear that he act for and on behalf of himself, so there is no need to be explicitly mentioned for whom he act. Therefore in this issue Mr. Suhendro Santoso do not have the authority to act. It is advisable to standardize the regulation on limitation o f mature age, so people can feel protected by the existence o f legal certainty.