ABSTRAKDalam perjalanan kebudayaan bangsa Melayu dan Nusantara pada
umumnya dikenal apa yang disebut chirografik. Rada masa ini
masyarakat tradisional mulai mengenal aksara dan menggunakannya
da1am kehidupan mereka; akan tetapi di sisi lain tradisi lisan
masih bercokol pula dengan kuat. Maka muncullah tradisi resitasi
(recitation) sebagai usaha untuk menyolaraskan antara tradisi
lisan yang sudah mantap dan tradisi tulis yang baru datang.
Masyarakat Hinangkabau yang memiliki tradisi lisan yang kuat
tampaknya juga tidak luput dari pengaruh tradisi keberaksaraan
itu. Hal ini tentu disebabkan oleh persinggungan mereka dengan
kebudayaan-kebudayaan lain. Hal itu dapat dilihat dari tradisi
Basimalin yang diapresiasi oleh masyarakat Minangkabau di daerah
Payakumbuh, Sumatera Barat.
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan beberapa aspek menge-
nai teks dan konteks tradisi Basimalin. Sebagai tradisi pertun-
jukan yang berpedoman kepada naskah tertulis, maka naskah yang
digunakan itu sangat menarik diteliti. Akan tetapi di sisi lain
pertunjukannya sendiri, dengan segala aspek yang terlibat di
dalamnya juga menarik untuk diamati.
Penelitian ini dilakukan. dengan field .research di daerah
Tarantang dan sekitarnya, Kecamatan Harau, Kabupaten 50 Kota,
Propinsi Sumatera Barat. Masyarakat daerah ini mengapresiasi
tradisi Basimalin.
Penelitian terhadap naskah Basimalin menunjukkau bahwa teks
ini cukup tua, walaupun secara kodikologi diperkirakan umurnya
masih muda. ini mengindikasikan kekonstitenan penyalinnya ketika
mengerjakan atau menyalin teks ini.
Dari segi kebahasaan tampak bahwa pengaruh Dialek Payakumbuh
(dilaek O) sangat kentara dalam teks ini. ini menunjukkan bahwa
teks ini disalin oleh orang yang berasal dari daerah ini.
walaupun penelitian ini baru bersifat awal, tapi yang hendak
dituju di sini adalah usaha pendomumentasian tradisi ini.
Diharapkan kekhasan yang terdapat dalam pertunjukan Basimalin
ini; lengkap dengan kekhasan (bahasa) naskahnya, akan dapat
diteliti lebih lanjut oleh para peneliti lain.
Pertunjukan Basimalin dilakukan dengan cara resitasi. Cara
seperti ini sebenarnya kurang begitu dikenal dalam tradisi kesu-
sastraan Minangkabau. Dalam tradisi kesusastraan Minangkabau
jarang sekali digunakan pakem meskipun setelah dikenalnya aksara
Arab~Melayu dan Latin banyak hasil sastra Minangkabau dituliskan
dengan kedua aksara tersebut. Akan tetapi dalam kenyataannya
sampai sekarang versi tulisan itu tetap saja tidak popular; yang
populer tetap saja versi lisannya. "
Pada akhir tulisan ini dilampirkan pula hasil transliterasi
naskah tersebut (tidak lengkap). Dengan demikian pembaca dapat
mengidentifikasi kekhasan bahasa naskah ini.