ABSTRAKSituasi perang dunia II merupakan faktor penting yang membedakan masa pendudukan Jepang dengan masa kolonial Belanda di Indonesia, khususnya kresidenan Pekalongan (Pekalongan Shu). Kendatipun waktunya relatif singkat hanya tiga setengah tahun, namun dampaknya di berbagai bidang kehidupan sangat dirasakan oleh penduduk kresidenan Pekalongan.
Dalam bidang pemerintahan, sejak Jepang masuk di kabupaten Tegal, kresidenan Pekalongan sekitar bulan Maret, situasinya masih belum mengalami perubahan. Struktur pemerintahan kolonial belanda, untuk sementara masih mereka pedulikan. Namun setelah beberapa bulan kemudian, pembatasan-pembatasan mulai diterapkan. Badan-badan yang mempunyai potensi untuk mehyebarkan informasi, dilarang melakukan aktivitasnya tanpa seijin balatentara Jepang. Semua informasi dan penerangan baik dari dalam maupun dari luar mulai Organisasi-organisasi politik dilarang, tanpa seizin Jepang. Struktur pemerintahan kini mulai dirubah dari sistem pemerintahan sipil, ke sistem pemerintahan militer (Autarki).
Japanisasi juga cepat diterapkan dalam bidang pendidikan dan sosial budaya. Seluruh nama-nama kantor atau lembaga apapun yang masih menggunakan bahasa BĂ©landa, harus segera diganti dengan bahasa Indonesia atau Jepang. Sekolah-sekolah yang masih mengunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar harus segera diganti dengan bahasa Indonesia. Tarikh Masehi diganti dengan tahun perhitungan Jepang, demikian juga waktu harus dengan waktu Tokyo.
Perekonomian ini juga mengalami perubahan, dengan ditetapkannya sistem autarki, yang harus dapat memenuhi kebutuhannya sendiri diberbagai aspek kehidupan termasuk pertahanan keamanan. Ekonomi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan akan tuntutan perang, yang mengakibatkan berkurangnya persediaan pangan hingga kelaparan terjadi di hampir semua kabupaten dalam kresidanan Pekalongan.