ABSTRAKBanten yang terletak di bagian paling barat dari Pulau Jawa, terkenal karena kefanatikannya dalam agama dan sikapnya yang suka memberontak. Dalam abad ke-19 tradiei revoluaionernya menemukan ungkapannya dalam serangkaian pemberontakan yang berpuncak pada pemberontakan petani Banten tahun 1888. Tahun 1928, Banten kembali menjadi ajang pemberontakan komunis yang meresahkan pemerintah kolonial. Pemberontakan itu gagal, namun akibatnya keberanian mereka yang tak kunjung padam terhadap orang-orang Belanda dan pangreh praja. Banten oleh Belanda dibiarkan bodoh dan terbelakang. Pada Jaman Jepang
beberapa ulama Banten diangkat dalam Jabatan-Jabatan resmi. Pengangkatan ini nampaknya dimaksudkan untuk menenteramkan perasaan mereka.
Setelah Indonesia merdeka, di daerah ini kembali terjadi pergolakan soaial. Setelah Balanda melanoarkan agresi militernya pertama, daerah ini tidak diserang dan
diduduki, dan baru diduduki tahun 1948 dengan agresi militernya kedua. Nampaknya, untuk melemahkan Banten, Belanda memblokade daerah Banten eecara ketat. Bagaimana Banten dapat memenuhi kebutuhan sendiri? Bagaimana sikap dan uaaha pemerintah daerah Banten dalam
mengatasi keadaan itu? Dari hasil penelitian dapat diuampaikan hal-hal sebagai berikut.
Blokade yang dilakukan Belanda merupakan blokade total, dengan makaud untuk melemahkan Banten yang terkenal keras itu. Banten ditutup sama sekali dari arua orang dan
barang. Orang yang keluar dan masuk daerah Banten diperiksa aecara ketat oleh Balanda.
Akibat blokade itu, Banten harue memenuhi kebutuhan sendiri. Beberapa barang yang dibutuhkan, dipenuhi dengan berbagai cara, seperti dengan cara membuat sendiri barang
itu, mencarinya barang kebutuhan itu di daerah Jakarta lewat seseorang, membeli barang-barang selundupan, dan lain sebagainya.
Untuk menghindari menipisnya barang produksi aendiri, pemerintah daerah Banten membuat aturan terhadap hasil produkai itu seperti hasil bumi dan ternak yang akan di
bawa ke luar daerahnya. Dalam kaitan' dengan jual-beli barang dan_ untuk pengawasan, dibentuk polisi ekonomi. Untuk memperkuat perekonomian daerah Banten, oleh kalangan
pedagang dan Jawatan terkait dibentuk Majelis Perniagaan Daerah Banten. Untuk mengatasi kesulitan alat pembayaran, pemerintah daerah mencetak uang kertas sendiri yaitu URIDAB atas ijin pemerintah pusat. Oleh karena begitu sederhananya ujud mata uang itu, akibatnya muncul uang palsu yang cukup meresahkan masyarakat- Selain itu bertambahnya mata uang itu, maka inflasi pun tidak dapat dihindari. Untuk mengatasi kesulitan komunikasi ke luar
daerah terutama ke pemerintah pusat dan pemerintah daerah Jawa Barat maupun di dalam daerah itu sendiri, dibuatlah pemancar radio di Serang.
Banten dapat mengatasi keadaan yang sulit itu dengan tekad dan perjuangan keras. Blokade itu ternyata tidak dapat melemahkan semangat rakyat Banten. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa akibat blokade itu kemadian di bidang sosial ekonomi daerah ini ketinggalan dibandingan dengan daerah lainnya. Namun ketinggalan itu kemudian dikejar setelah pengakuan kedaulatan pada tahun 1949.