Tesis ini menggambarkan tentang Pemberitaan pers dalam sebuah kasus
konflik dapat berdampak kondusif maupun destruktif. Berdampak kondusif
apabila pemberitaan yang dihasilkan secara objektif mampu memberikan rasa
damai terkait dengan situasi yang ada. Sedangkan bersifat destruktif apabila
pemberitaannya malah dapat memicu atau memperbesar sebuah konflik. Untuk
pemberitaan yang dianggap bersifat destruktif, insan pers dapat dikenakan
pertanggungjawaban atau dijerat dengan tindak pidana pers (delik pers), baik
mengacu pada pasal-pasal KUHP dan UU No. 40 tahun 1999 tentang pers yang
saling melengkapi. Delik pers yang dapat digunakan terkait dengan pemberitaan
kasus konflik adalah delik penabur kebencian, delik agama, dan delik berita
bohong. Selain itu, dalam kedua perundang-undangan tersebut diatur juga pihakpihak
yang bertanggung jawab atas sebuah pemberitaan pers serta sanksi atau
hukuman pidana yang diterima. Perbedaan di antara kedua perundang-undangan
tersebut adalah dalam melihat pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas
sebuah pemberitaan pers. apabila KUHP mengatur bahwa setiap insan pers (setiap
individu) dapat dikenakan pertanggungjawaban, maka dalam UU No. 40 tahun
1999 hanya pemimpin redaksi yang dapat dikenakan pertanggungjawaban. Dalam
penerapannya, ketiga delik pers tersebut dapat digunakan untuk menjerat insan
pers dalam beberapa contoh pemberitaan, khususnya terkait dengan kasus konflik
di Ambon dan Sampit.
AbstractThe thesis describes a Press Release in a conflict case which may have
conducive and destructive impacts. It will have conducive impacts if the news is
produced objectively and may result in peaceful feeling related to the existing
situation. On the other hand, it will be destructive if the news can even trigger or
magnify a conflict. For the news considered as destructive, the members of the
press may be charged to be accountable or indicted with press criminal acts (press
offense), referring to the articles of Penal Code and the Law No. 40 of the year
1999 on Press (those two laws mutually complement each other). The press
offenses which may be used related to the press release of a conflict case are the
hatred spread offense, religion offense, and untrue news offense. In addition, in
the two laws the parties accountable for a press release and the sanction or
criminal punishment sentenced are governed. The difference between those 2 laws
is in looking at the parties who should be responsible for a press release. The
Penal Code governs that every member of the press (each individual) may be
charged accountable, whereas in the Law No. 40 of the year 1999 only the head of
the editorial staff can be charged accountable. In its implementation, the three
press offenses can be used to indict the members of the press in several examples
of a press release, especially related to the conflict cases in Ambon and Sampit.