Terdapat dua undang-undang yang mengatur permasalahan kepailitan setelah terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 yakni Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan (UUK) serta Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU). Di dalam kedua undang-undang tersebut dinyatakan bahwa Pengadilan Niaga yang berhak memeriksa dan mengadili perkara kepailitan. Namun demikian, pada saat UUK masih berlaku, penunjukkan Pengadilan Niaga tersebut masih bertentangan dengan kewenangan absolut yang dimiliki oleh lembaga arbitrase sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pada prakteknya, masih terjadi perdebatan yang terjadi antara para pihak mengenai kewenangan dalam memeriksa dan mengadili sebuah sengketa kepailitan. Majelis Hakim Pengadilan Niaga pun belum memiliki landasan hukum yang secara khusus mengatur hal tersebut sehingga perlu untuk membuat pertimbangan sendiri dengan dibantu oleh yurisprudensi yang telah ada. Setelah berlakunya UUK-PKPU, pertanyaan mengenai kewenangan Pengadilan Niaga dan lembaga arbitrase pun diatur secara lebih jelas terutama pada Pasal 303 UUK-PKPU. Adanya pasal tersebut memberikan para pihak yang bersengketa sebuah kepastian hukum yang secara jelas menerangkan bahwa apabila permasalahan yang timbul termasuk dalam lingkup kepailitan walaupun mengandung klausula arbitrase, maka hanya Pengadilan Niaga yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili. Dengan demikian, Majelis Hakim Pengadilan Niaga pun telah memiliki dasar hukum terhadap perkara kepailitan yang di dalamnya terdapat klausula arbitrase. Pada perkara kepailitan yang mengandung klausula arbitrase, teori Hukum Perdata Internasional yang dapat diterapkan adalah teori Status Personal, Pilihan Hukum, dan Pilihan Forum.
There are two laws that govern bankruptcy issues after the monetary crisis on 1997 Statute Number 4 Year 1998 regarding The Bankruptcy (Bankruptcy Law) and Statute Number 37 Year 2004 regarding Bankruptcy and Obligation Suspension of Debt Payment. Those statutes state that The Commercial Court is the institution that has the right to investigate and adjudicate the bankruptcy case. Nevertheless, when the Bankruptcy Law were still applicable, the appointment of The Commercial Court was contradicted with the absolute competence of arbitration institution which is regulated on Statute Number 30 Year 1999 regarding The Arbitration and Alternative Dispute Resolutions. In fact, there were controvertions about the competence in investigating and adjudicating the bankruptcy dispute. The Judges of The Commercial Court did not have the legal foundation that regulate specifically about the competence, so that it was necessary for the Judges to make their own consideration with the relief of the jurisprudence which was existing. After the Law Number 37 Year 2004 is applicable, the conflict of competence between The Commercial Court and the institution of arbitration is regulated specifically on Article 303 Law Number 37 Year 2004. That article states that if the dispute that appears is included on the bankruptcy case although it contains arbitration clause, then The Commercial Court has the competence to investigate and adjudicate. It gives a certainty of law for the the parties who are on the dispute. Thus, The Judges of The Commercial Court has the legal foundation concerning on the bankruptcy case which has the arbitration clause on it. In bankruptcy case that is containing the arbitration clause, the theories of International Private Law that can be applied are Personal Status theory, Choice of Law, and Choice of Forum.