Penelitian ini adalah sebuah analisis diskursus kritis terhadap majalah wanita dengan mayoritas jurnalis perempuan dalam merepresentasi perempuan. Selama ini, representasi perempuan dalam media massa tidak pernah jauh digambarkan dari stereotip wanita yang pasif, tergantung pada pria, dan berada dalam ruang domestik. Untuk mengubah penggambaran tersebut, media massa mempunyai peranan besar karena salah satu fungsinya sebagai transmisi sosial. Karena dunia media massa masih sering dikuasai oleh laki-laki, maka keberadaan perempuan dalam media mempunyai arti yang cukup penting. Jurnalis perempuan diharapkan dapat menghasilkan tulisan yang berperspektif gender yang dapat mengubah posisi kaumnya yang selama ini sebagai subordinan dalam budaya patriarki. Sebagai majalah dengan komposisi jurnalis perempuan yang jauh lebih besar, femina diharapkan dapat merepresentasikan perempuan berbeda dengan penggambarannya di media massa selama ini.
Untuk melihat representasi perempuan dalam majalah femina ini, analisis akan dilakukan pada 3 tingkatan, yakni teks, discourse practice, dan sociocultural practice. Untuk menganalisis teks, peneliti menggunakan metode framing, karena jenis analisis ini adalah yang paling tepat untuk menangkap ideologi suatu media. Setelah itu, analisis dilanjutkan dengan melihat bagaimana teks dihasilkan, yang menyangkut proses produksi, konsumsi dan pengaruh lingkungan sosial budaya masyarakat. Berdasarkan analisis teks dan intertekstual terhadap 2 artikel tokoh wanita diperoleh gambaran bahwa femina merepresentasikan perempuan tetap dalam perannya di dunia domestik. Perempuan digambarkan berperan ganda. Di satu sisi perempuan digambarkan berperan dalam ruang publik, namun di lain sisi perempuan tetap dituntut untuk mengurus rumah tangganya. Representasi perempuan ini ternyata tidak mengalami banyak perubahan dari gambaran perempuan di media massa selama ini. Perempuan tetap digambarkan sesuai dengan stereotipnya, bahwa perempuan yang ideal adalah yang bersifat penyayang dan keibuan Karena itu, meskipun seorang perempuan berperan di ruang publik, bila ia mau dikatakan sebagai perempuan yang ideal harus tetap memperhatikan peran domestiknya. Dihasilkannya teks seperti ini tidak terlepas dari proses produksi dan pengaruh lingkungan sosial budaya di sekitarnya. Berdasarkan hasil analisis discourse practice dan socioculturalpractice, dapat diakatakan bahwa terjadi tarik ulur antara kepentingan ideal dan kepentingan bisnis.
Sebagai sebuah majalah, femina tidak dapat memungkin bahwa kehidupannya sangat bergantung pada iklan, dan untuk tetap bertahan hidup femina harus memberi perhatian ekstra terhadap kepentingan bisnis tersebut Sebagai majalah yang mengutamakan kepentingan bisnis, femina mau tidak mau harus mengikuti budaya apa yang dominan dan dapat diterima masyarakat, yakni budaya patriarki. Inilah yang menyebabkan femina menggunakan pedoman in harmony yang pada dasarnya tidak merubah posisi subordinat perempuan selama ini. Karena itu, tidaklah mengherankan bahwa teks yang dihasilkan akhirnya menyudutkan perempuan dalam ruang domestiknya. Dengan demikian, keberadaan perempuan dalam media, bahkan media wanita yang proporsi jurnalis perempuannya jauh lebih besar, tidak mampu merubah penggambaran perempuan selama ini. Ada 2 kemungkinan penyebab: pertama, para jurnalis perempuan tersebut masih menganut pola patriarkal sehingga tidak memiliki kesadaran gender, atau kedua, sensitifitas gender yang dimiliki para jurnalis tidak tampak, terkalahkan oleh kepentingan bisnis yang lebih menguasai orientasi media. Secara keseluruhan, peneliti memperoleh 3 kesimpulan, yakni: Pertama, majalah femina merepresentasikan perempuan tetap dalam perannya di dunia domestik. Hasil penelitian Thamrin A Tamagola tentang arah 4 majalah wanita juga menunjukkan hal yang sama.
Penelitian terhadap 4 majalah wanita termasuk di dalamnya femina, menunjukkan bahwa majalah wanita bukannya membebaskan perempuan dan menyetarakannya dengan laki-laki, namun justru mendorong kaum perempuan ke kerangkeng privat yang menjauhkannya dari publik. Kedua, keberadaan mayoritas jurnalis perempuan di media massa tidak akan mengubah gambaran wanita di media massa selama ini bila ia tidak mempunyai kesadaran gender. Jurnalis perempuan ataupun laki-laki, bila masih menganut pola patriarkal akan tetap menghasilkan tulisan yang bias gender. Ketiga, kepentingan bisnis kapitalis patriarki ternyata masih menguasai majalah femina dan menentukan orientasi yang digunakan dalam perusahaan. Itulah sebabnya penggambaran perempuan di majalah ini tetap sama dengan penggambaran perempuan di media massa selama ini. Karena itu, untuk mengubah posisi yang tidak menguntungkan bagi salah satu pihak ini, diperlukan dukungan dari semua pihak, baik pria maupun wanita, untuk memiliki kesadaran bahwa sebenarnya perempuan dan laki-laki adalah setara.