Penelitan ini adalah sebuah analisis diskursus kritis yang dilakukan dengan menggambarkan
bagaimana kapitalisme media membentuk representasi perempuan dalam "gambar hidup" di televisi
dari segi karakter dan peran. Kasus yang diambil dalam penelitian ini adalah FTV (Film Televisi),
sebuah program yang ditayangkan oleh S01V sejak 4 Oktober 2000A sew memaksudRan program
ini sebagai tontonan altematif di tengah sinetron yang menyesaki daftar acara televisi-televisi swasta
di Indonesia. Sinetron sendiri sering dikeluhkan karena dianggap melanggengkan nilai-nilai patriarkis
di masyarakat.
Representasi perempuan dalam "gambar hidup" selama ini tidak pemah jauh keluar dari
nilai-nilai yang erkandung dalam ideologi gender, yang selama ini membatasi ang gerak
perempuan dalam bentuk pembingkaian yang ber1
Pembingkaian terhadap perempuan tersebut dapat dilihat dari enam sisi, yaitu bingkai fisik, pikiran,
domestik, sosial, peke~aan dan politik. Sebagai benang merah dari keenam bingkai tersebut adalah
bahwa bias gender tersebut merupakan p~ uk kapitalisme yang patriarkis. Ka~italisme ini lah yang
mula-mula menyebabkan munculnya pemb;:mian ke~a secara seksual, d1 mana perempuan
ditempatkan di ruang privat untuk menaukung laki-laki yang ditempatkan di ruang publik. Akibatnya,
laki-laki diidentikkan dengan "pr6duksi" sementara perempuan itientik dengan "konsumsi".
Marjinalisasi perempuan dan bidang produksi dan dominasi sebagai obyek "tontonan• sering menjadi
ideologi utama media massa. ,.
Dalam memahami repr:esentasi perempuan di media massa, ada dua sudut pandang, yaitu
media mumi sebagai cermin dan keadaan masyarakat dan media tidak hanya sebagai cermin, tapi
juga membentuk realitas sosial itu sendiri (Debra Yatim, 1992}. Dalam sudut pandang ini, lewat
proses seleksi, media melakukan interpretasi dan bahkan membentuk realitas sendiri. Hasilnya,
adalah representasi perempuan sebagai subject position yang memiliki makna tersendiri dalam
diskursus. Untuk lebih jelasnya, digunakan Frame of Reference for Studying Mediation milik Dennis
McQuail yang mengemukakan bahwa hubungan media dengan institusi lain mempengaruhi institusi
media dan institusi media tersebut mempengaruhi isi. lnstitusi lain yang dimaksud di sini, dengan
mengambil Marxist Critical Theory adalah institusi ekonomi. Marx berpendapat media massa adalah
alat untuk mengekalkan kapitalisme karena dasar dari masyarakat adalah sistem ekonomi. Teori
Marx ini berhubungan erat dengan teori ideologi Althusser dan teori hegemoni Gramsci. Televisi
sebagai media massa menjadi penting karena karakteristiknya audiovisualnya dan ditonton banyak orang. Oleh karena itu, televisi mempunyai kekuatan untuk menentukan budaya apa yang menjadi
mainstream.
Masalah mengenai media yang seksis ini telah lama menjadi pematian para feminis, yang
menganggap media massa sebagai salah satu batu sandungan bagi gerakan mereka. Feminisme di
dunia dikenal terbagi dalam tiga gelombang. Terakhir, Naomi Wolf, · feminis asal AS,
memproklamiri
-'aliran Feminisme Kekuasaan.
Analisis diskursus kfitis ini lalu dilakukan :dengan melibatkan dua dimensi kembar. Dimensi
yang pertama, yaiju communicative events terbagi dalam tiga tingkatan, yartu teks, discourse practice
dan sociolcu/tural practice. Dimensi ini memandang masing-masing tingkatan tersebut secara umum,