ABSTRAKPengangguran merupakan masalah rumit yang muncul di banyak negara. Di Indonesia,
data terakhir (Sakernas 1994) menunjukkan angka pengangguran sejumlah 1,5 juta.
Dari angka tersebut, 6,25 persen di antaranya adalah pengangguran lulusan perguruan
tinggi. Setiap tahunnya, lulusan perguruan tinggi yang terpaksa menganggur mencapai
70.000 orang. Angka tersebut menunjukkan bahwa gelar kesarjanaan yang
belum menjamin seseorang akan cepat mendapat pekerjaan. Kondisi menganggur
dapat menimbulkan tekanan atau stres. Stres, pada hakikatnya terdiri dari dua aspek,
yaitu sumber stres dan reaksi stres. Stres tidak akan muncul jika tidak ada sumber stres,
atau sebaliknya. Stres pada kondisi menganggur dapat muncul dari aspek-aspek atau
manfaat bekerja yang tidak dapat dinikmati oleh para penganggur.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hal-hal atau faktor-faktor apa saja yang dapat
menjadi sumber stres, serta bagaimana gambaran faktor-faktor sumber stres tersebut
pada sarjana penganggur di Jakarta dan sekitarnya. Secara lebih khusus, penelitian ini
juga mencoba melihat perbandingan antara pria dan wanita dalam gambaran
masing-masing faktor. Dari analisis faktor yang dilakukan berdasarkan data yang
terkumpul dari 102 sarjana penganggur pria dan wanita, ditemukan 8 (delapan) faktor
yang dianggap sebagai sumber stres oleh sarjana penganggur di perkotaan.
Faktor-faktor tersebut adalah Tekanan untuk memperoleh pekerjaan; Persaingan untuk
memperoleh pekerjaan; Perasaan negatif sebagai penganggur; Tekanan Finansial ;
Persepsi kemampuan diri; Proses pencarian pekerjaan; Perencanaan masa depan; dan Penerapan dan pengembangan ilmu. Kedelapan faktor tersebut dapat digolongkan ke
dalam dua bagian, yaitu sumber stres eksternal dan sumber stres internal. Dari
peringkat antar faktor, diketahui bahwa faktor tekanan untuk memperoleh pekerjaan
(sumber stres eksternal) dipandang sebagai faktor yang paling besar menimbulkan
stres, sedangkan faktor penerapan dan pengembangan ilmu (sumber stres internal)
dipandang sebagai faktor yang paling sedikit menimbulkan stres.
Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan antara pria dan wanita
dalam memandang tiga faktor, yaitu persaingan untuk memperoleh pekerjaan; perasaan
negatif sebagai penganggur; dan proses pencarian pekerjaan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Becker, Horowitz dan Campbell (1973) bahwa jenis kelamin merupakan
salah satu karakteristik individu yang membuat individu memandang sumber stres dan
mengalami intensitas stres yang berbeda. Hasil ini juga sesuai dengan riset Silverman,
Eicher dan Williams (1987) bahwa pria dan wanita memiliki pandangan yang berbeda
terhadap sumber stres yang dihadapi. Pada ketiga faktor tersebut, wanita memandang
ketiga faktor ini sebagai lebih menimbulkan stres dibanding pria.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah untuk melakukan penelitian kualitatif dengan
metode wawancara mendalam untuk mengetahui dinamika masalah yang dihadapi dan
memperbanyak responden. Disarankan pula untuk menyempurnakan alat ukur yang
dipergunakan dalam penelitian. Sebaiknya penelitian serupa juga dilaksanakan pada
penganggur dari semua tingkat pendidikan, tidak hanya sarjana saja. Selain itu juga
diberikan beberapa saran praktis agar para sarjana penganggur tidak terganggu
penyesuaian dirinya, serta membantu diperolehnya pekerjaan yang diidamkan.