Saat ini timbul permasalahan mengenai masyakat Batak yang tinggal di kota yang cenderung bersikap kompromis dan tidak taat terhadap adat istiadat leluhurnya. Namun demikian sikap masyakat Batak itu sendiri tidak seluruhnya seragam, ada yang menyatakan sikap mendukung (favor) atau tidak mendukung (disfavor) terhadap pelaksanaan adat istiadat. Sementara itu cerminan dari pelaksanaan adat tampak dari sikapnya terhadap pelaksanaan hukuman adat. Sikap penduduk kota dapat dipengaruhi oleh adanya situasi overload dan faktor kedekatan diantara anggota kelompok.
Atas dasar itulah penulis mencoba melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh pengalaman seseorang dengan lingkungan perkotaan dan bentuk kehidupan sosial dengan sikap mereka terhadap pelaksanaan hukuman adat. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran hubungan antara penghayatan situasi overload dan kehidupan sosial dengan sikap terhadap pelaksanaan hukuman adat.
Metode penelitian adalah kuantitatif, dengan melihat penyebaran skor penghayatan situasi overload, kehidupan sosial, dan sikap terhadap pelaksanaan adat. Penelitiaan ini dilakukan pada kelompok masyarakat Batak yang bertempat tinggal di Jakarta. Dalam penelitian ini akan digunakan tiga instrumen, yaitu instrumen pertama untuk mengukur penghayatan situasi overload adalah, dengan menggunakan skala Guttman. Alat ini telah dibuat oleh saudara Myrna Ratna Maulidina dan disempurnakan lebih lanjut. Sedangkan instrumen yang kedua bertujuan mengukur sikap terhadap hukuman adat, dengan menggunakan skala Likert. Dan pada instrumen ketiga bertujuan untuk menggolongkan seseorang pada bentuk kehidupan sosial yang selama ini dijalaninya. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran mengenai penghayatan situasi overload dan sikap terhadap hukuman adat pada masyarakat Batak yang tinggal di Jakarta.
Pelaksanaan pengambilan data di lapangan dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden yang memenuhi kriteria penelitian. Jumlah kuesioner yang disebarkan sebanyak 300 buah, meliputi beberapa gereja di wilayah Jakarta. Penyebaran kuesioner dilakukan mulai tanggal 16 Juni, dan terkumpul pada tanggal 28 Juli 1997. Dari 300 buah kesioner yang disebarkan disejumlah gereja yang berlokasi di Jakarta, kenyataan yang diperoleh hanya terkumpul 97 buah.
Gambaran sampel, adalah pria Batak dewasa yang telah menikah, terbanyak berusia antara 30-55 tahun dan tergolong memiliki pendidikan yang baik, hampr 45% adalah sarjana. Umumnya mereka terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan bekerja pada hampir semua sektor yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penghayatan situasi overload dengan sikap terhadap hukuman adat. Begitu pula pada bentuk kehidupan sosial yang mempunyai hubungan signifikan dengan penghayatan situasi overload, maupun dengan sikap terhadap pelaksanaan hukuman adat. Dari data yang ada, diperoleh gambaran bahwa bentuk kehidupan sosial yang disintegrasi, adalah mereka yang paling merasakan adanya situasi overload dan bersikap kurang mendukung terhadap pelaksanaan hukuman adat. Sedangkan persistensi dan transformasi kurang merasakan situasi overload, dan nampaknya masih cenderung bersikap mendukung terhadap pelaksanaan hukuman adat.
Kesimpulannya yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah bahwa penghayatan situasi overload dan bentuk kehidupan sosial pada masyarakat Batak yang tinggal di Jakarta mempunyai hubungan yang signifikan dengan sikap yang mereka tunjukkan terhadap adanya pelaksanaan hukuman adat saat ini, khususnya di daerah perkotaan. Dari hasil penelitian ini, penulis menyarankan agar metode penelitian disempurnakan, yaitu dari segi alat ukur, pengambilan data di lapangan, jumlah sampel dan analisis data. Pada segi teoritis diperlukan pembahasan yang lebih mendalam mengenai situasi overload, agar lebih sesuai dengan kondisi perkotaan, khususnya dengan kota-kota di Indonesia.