ABSTRAKMasa dewasa muda adalah masa kehidupan yang sangat penting bagi seseorang.
Pada usia ini seseorang mencapai tanggung jawab yang lebih besar daripada usia
sebelumnya karena ia mulai memilih arah hidup selanjutnya (Tumer 8; Helms, 1987).
Di antara tugas-tugas perkembangan dewasa muda menurut Havighurst,
sebagian berkaitan dengan kehidupan berumah tangga, diantaranya adalah:
berpacaran dan memilih pasangan hidup, dan belajar menyesuaikan diri dan hidup
selaras dengan pasangan perkawinannya (Tumer & Hchns, 1987). Dalam membina
hubungan yang intim dengan lawan jenis ini, salah satu emosi yang sangat penting dan
menentukan adalah cinta. Cinta yang dimaksud oleh penulis dalam hal ini adalah cinta
heteroseksual amara dua orang dewasa yang menjurus pada perkawinan.
Dewasa ini di negara-negara maju, cinta romantis dinilai oleh orang muda sebagai
satu alasan terpenting untuk perkawinan (Rathus dkk., 1993). Satu hal yang sangat
penting dalam hubungan cinta adalah konsep cinta yang dianut oleh orang yang
bersangkutan. Konsep cinta dapat mencakup sekurang-kurangannya pemahaman
seseorang tentang apa yang menjadi ciri-ciri/unsur-unsur cinta, dan bagaimana
persamaan, dan perbedaan cinta dengan emosi yang lainnya yang hampir serupa.
Konsep cinta ini penting bagi kelangsungan hubungan cinta karena banyak
masalah yang timbul dalam hubungan cinta berkaitan dengan kosep cinta ini.
Masalah-masalah yang dapat terjadi dalam hubungan cinta yang berkaitan dengan
konsep cinta itu antara lain:
- Masalah perbedaan dalam memahami cinta karena perbedaan jenis kelamin dan
perbedaan individual
- Masalah perbedaan individual dalam komitmen dan nilai-nilai yang dianut:
- Masalah perbedaan antara gambaran ideal dan kenyataan
- Masalah-masalah perubahan cinta
Dengan adanya permasalahan di atas maka melalui penelitian ini peneliti ingin
mengetahui :
I. Bagaimanakah gambaran konsep cinta pada orang dewasa muda?
2. Apakah ada perbedaan konsep cinta antara pria dan wanita?
3. Apakah ada perbedaan konsep cinta antara orang yang sudah menikah dengan
orang yang belum menikah?
Untuk menjawab masalah ini maka peneliti menggabungkan pendekatan kualitatif
dan kuantitatif, dengan menggunakan dimensi-dimensi emosi menurut Frijda dkk.
(1989) dan dimensi-dimensi cinta menurut Sternberg (1988) sebagai kerangka analisis.
Untuk alat pengumpul data, peneliti menggunakan wawancara.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: secara umum dari seluruh subyek
yang berjumlah 12 orang, dimensi yang paling menonjol pada konsep cinta keseluruhan
subyek adalah dimensi penilaian dalam teori emosi Frijda (1986, 1989) dan dimensi
keakraban dalam teori Sternberg (1988).
Analisis kuantitatif menunjukkan bahwa dalam perbandingan antara pria dan
wanita, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dalam dimensi-dimensi emosi
menurut Frijda dan dimensi-dimensi cinta menurut Sternberg. Perbandingan antara
subyek yang belum menikah dengan yang sudah menikah juga tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan.
Namun secara kualitatif dari segi isi konsep cinta, nampak bahwa ada beherapa
perbedaan antara pria dan wanita, yaitu:
- dalam dimensi emosi menurut Frijda, pada pria tidak terdapat respons ketergugahan
faali sebagai unsur dalam konsep cinta sedangkan pada wanita terdapat respons
ketergugahan faali walaupun hanya sedikit (5%).
- dalam dimensi cinta menurut Sternberg (1988), unsur yang paling besar proporsinya
pada subyek pria adalah keakraban (52%) sedangkan pada wanita adalah nafsu
(44%)
Perbandingan antara orang yang belum menikah dengan orang yang menikah
juga apabila dianalisis isinya, terlihat bahwa pada orang yang sudah menikah unsur
yang menempati bagian terbesar dalam konsep cintanya adalah nafsu (48,5%)
sedangkan pada orang yang belum menikah adalah keakraban (49,4%).
Dengan analisis kualitatif peneliti juga menemukan ciri-ciri utama dari cinta sbb:
- bersifat subyektif
- bersifat egois yaitu menuntut balasan
- adanya kesediaan berkorban untuk orang yang dicintai
- berkaitan dengan ketertarikan seksual (nafsu)
- berkaitan dengan komitmen yaitu mengarah pada perkawinan, dan
- penerimaan secara total terhadap orang yang dicintai atau menerima orang yang
dicintai apa adanya.
Semua ciri di atas itulah yang membedakan cinta dari emosi lain yang hampir
sama seperti sayang dan suka. Apabila dilihat dari teori Sternberg (1988) maka
sebagian besar ciri utama itu tergolong dalam dimensi nafsu. Dengan demikian peneliti
dapat mengajukan asumsi bahwa aspek yang paling dominan dalam membedakan cinta
dengan emosi lainnya adalah nafsu.
Analisis kualitatif juga menemukan faktor-faktor penyebab seseorang mencintai
orang lain, yaitu dapat disebutkan sbb:
- karena orang yang dicintai memenuhi ideal/kriteria yang sudah dimiliki oleh subyek
- karena orang yang dicintai memenuhi kebutuhan subyek diantaranya kebutuhan akan
perhatian dan kebutuhan akan rasa penting
- karena orang yang dicintai memiliki kesamaan nilai-nilai yang dianut dengan subyek,
dan
- karena subyek mendapatkan balasan yang setimpal dari lawan jenis atas usaha dan
perhatian yang ia berikan.
Keempat faktor penyebab cinta itu secara sendiri-sendiri maupun secara bersama
dapat menimbulkan perasaan cinta pada diri subyek.