ABSTRAKSalah satu hambatan yang sering ditemui wanita di
tempat kerja adalah pelecehan seksual. Dalam menghadapi
pelecehan seksual reaksi yang dianggap paling menguntung-
kan bagi korban adalah reaksi asertif, karena reaksi ini
dapat meninimalkan emosi negatif yang timbul setelah
pelecahan seksual. Reaksi asertif meliputi ekspresi pera-
saan, pendapat dan keinginan korban secara jelas, langsung
dan jujur. Halaupun demikian wanita seringkali terhambat
untuk bertindak asertif, karena perilaku tersebut tidak
sesuai dengan peran jenis kelamin yang diharapkan ada pada
wanita. Selama ini wanita lebih diharapkan untuk bertindak
pasif, submisif dan nonasertif sesuai dengan stereotip
peran jenis kelanin yang telah diterima luas dalam masya-
rakat. Wanita yang secara kaku berpikir dan bertindak
sesuai stereotip peran jenis kelamin dapat dikatakan
sebagai wanita yang berpandangan peran jenis kelamin
tradisional; wanita ini sulit untuk bertindak di luar
stereotip yang ada. Sedangkan wanita yang berpandangan
peran jenis kelamin nontradisional lebih fleksibel dalam
berpikir dan bertindak di luar stereotip. Dalam penelitian ini akan dilihat apakah terdapat perbedaan reaksi antara
wanita yang berpandangan peran jenis kelamin tradisional
dan nontradisional dalam menghadapi pelecehan seksual di
tempat kerja. Jenis reaksi yang akan dilihat digolongkan
menjadi asertif, pasif agresif, agresif dan nonasertif.
Dalan penelitian ini terdapat 42 subyek yang menda-
patkan alat penelitian berupa skala yang nengukur pandan-
gan peran jenis kelamin dan kuesioner reaksi terhadap
pelecehan seksual. Selain itu juga dilakukan wawancara
sebagai probing atas jawaban-jawaban subyek pada kuesion-
er. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan reaksi antara wanita yang berpandangan peran
jenis kelamin tradisional dan nontradisional dalam mengha-
dapi pelacehan seksual di tempat kerja.
Dalam penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa
reaksi asertif adalah reaksi yang paling menguntungkan
karena tidak menimbulkan reaksi emosional negatif pada
diri korban, dan hubungan korban dengan pelaku tetap baik
setelah pelecehan. Namun hanya sebagian kecil subyek yang
melakukan reaksi ini, dan mereka masih sulit membedakan
reaksi asertif dari reaksi agresif dan nonasertif. Untuk
itu peneliti menyarankan untuk mengembangkan suatu pélati-
han asertif bagi para wanita, khususnya untuk menghadapi
pelecehan seksual. Untuk penelitian selanjutnya juga
disarankan untuk melihat lebih jauh perilaku agresif pada
wanita, untuk memperbaiki skala pengukuran, nemperbaiki
metoda wawancara serta meneliti self-blame pada korban
pelecehan.