UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Penghayatan dan antisipasi lanjut usia dalam menghadapi kematian (Studi kasus terhadap enam pensiunan dokter di Jakarta)

A.V.S Lestari Sandjoyo; Dini P. Daengsari, supervisor; Ike Anggraika, supervisor ([Publisher not identified] , 1997)

 Abstrak

ABSTRAK
Masa lanjut usia (selanjutnya disebut lansia) adalah tahap akhir perkembangan
kehidupan seseorang dan merupakan masa yang paling dekat dengan kematian. Pada
masa ini terjadi proses menua {aging) yang ditandai dengan terjadinya penurunan
kemampuan fisik yang tidak bisa dihindari dan antara lain bisa meningkatkan
terjadinya. kecelakaan dan timbulnya penyakit.
Semakin bertambah tua seseorang dengan segala kemunduran yang
dialaminya, pikiran-pikiran mengenai kematian mulai timbul. Teori Levinson (1978)
yang menekankan pada adanya masa transisFpada setiap taliap kehidupan manusia
pun menganggap bahwa pada saat itu kehidupan tidak lagi dipandang sebagai waktu
yang kita miliki sejak kita dilahirkan, tapi lebih sebagai waktu yang tersisa sampai
pada akliir kehidupan. Erikson (1963) menambahkan pentingnya merencanakan
kehidupan dalam sisa waktu tersebui mengisinya dengan hal-hal yang berguna dan
pada akhirnya mampu menghadapi kematian tanpa rasa takut yang berlebihan. Jika
mereka percaya akan adanya kehidupan setelah kematian, maka penting adanya
persiapan-persiapan untuk memasuki suatu babak kehidupan baru.
Dalam kehidupan sehari-hari, profesi yang paling sering menghadapi
kematian adalah dokter. Sebagai ahli dalam bidang kesehatan, sebagian besar waktu dan hidupnya dihabiskan untuk mengobati orang sakit, bahkan untuk dokter spesialis
tertentu seringkali harus berhadapan dengan pasien-pasien yang menderita terminal
diseases. Menurut Kasper (dalam Feifel, 1959) seorang dokter mempunyai pekerjaan
tambahan untuk melawan takdir manusia : kematian. Dalam ha! ini kematian dilihat
sebagai kenyataan obyektif yang terjadi pada orang lain; padahal kematian terjadi
pada semua orang, tak terkecuali dirinya.
Kematian sebagai kenyataan obyektif tentu berbeda dengan dekatnya
kematian sebagai penghayatan subyektif. Di balik semua usalianya untuk mengobati
pasien dan menghindarkan mereka dari kematian, dokter tahu bahwa dia akan
menghadapi kematian juga seperti pasien-pasiennya selama ini (Wheelis, 1958; dalam
Feifel, 1959), Maka bagaimana para dokter menghayati keadaan dirinya sebagai
manusia yang tidak terlepas dari kematian -apalagi saat mereka memasuki masa
lansia- serta bagaimana persiapan-persiapan yang mereka lakukan, merupakan
permasalahan yang menarik.
Penghayatan terhadap keadaan yang dialami seseorang sehubungan dengan
kematian merupakan masalah yang sensitif dan seringkali bersifat subyektif, baik itu
menyangkut sikap, emosi maupun proses-proses internal lainnya (Bern; dalam Deaux
& Wrightsman, 1984); maka penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan
mengambil 6 orang pensiunan dokter yang berusia antara 60-79 tahun sebagai
subyek, yaitu meliputi 2 kategori penggolongan menurut Burnside (1979; dalam
Craig, 1986) yaitu The Young-Old (60-69 tahun) dan The Middle-Aged Old (70-79
tahun). Penelitian ini mengambil pensiunan dokter sebagai subyek karena kehilangan
pekerjaan yang disebabkan karena faktor usia menyadarkan seseorang bahwa dirinya
sudah memasuki tahap akliir dalam kehidupan. Dengan berkurangnya aktivitas dan
tuntutan masyarakat, lansia pun mulal menyadari kondisi fisiknya yang menurun serta
merasakan keluhan-keluhan kesehatan; saat inilah lansia mulai berpikir akan akhir
kehidupannya. Profesi dokter yang dibutulikan dalam penelitian ini adalah spesialisasi yang memungkinkan dokter tersebut dalam masa kerjanya berhadapan dengan banyak
kematian pasien, sehingga wawasan pengetahuan dan pengalaman yang 'lebih' akan
membantu mengungkapkan penghayatannya akan kematian.Usia subyek tidak
melebihi 80 tahun, karena menurut Burnside umumnya orang yang telah memasuki
usia 80 tahun keatas akan mengalami penurunan kondisi kesehatan, penurunan
kemanipuan adaptasi, serta peningkatan kesulitan dalam berhubungan dengan
sekelilingnya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dan dalam peiaksanaannya
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam
{depth interview) karena menyangkut perasaan dan pengalaman, serta penghayatan
subyek tentang hal yang sangat sensitif. Wawancara ini dibantu dengan pedoman
wawancara berupa kuesioner yang bersifat open-ended.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa subyek penelitian menyadari
adanya penurunan kondisi fisik dan mental sebagai akibat dari proses menua.
Menghadapi hal itu subyek memilih untuk tetap beraktivitas, tetap praktek walaupun
dalam frekwensi yang terbatas, bersibuk diri dengan hobi yang sebeiumnya tidak
sempat dilakukan, atau memilih untuk lebih banyak berkumpul dengan keluarga.
Mengenai kegiatan praktek, hal ini tampaknya berkaitan dengan usaha mereka untuk
menghayati eksistensi mereka sebagai keberadaan yang bermakna. Dengan
melanjutkan prakteknya mereka merasa tetap bisa berguna sekaligus terhindar dari
kesadaran akan kemunduran flsik dan mental serta rasa ketidakberdayaan yang sering
dialami iansia, Penyakit yang didcrita pun tidak menghalangi mereka untuk tetapoptimis,
dilihat dari usaha mereka untuk melawan penyakit itu.
Mengenai kematian yang selama masa kerjanya dilihat sebagai sesuatu yang
terjadi diluar diri, subyek menyadari bahwa hal itu pun akan terjadi pada diri mereka.
Subyek mempunyai pandangan religius mengenai kematian; mereka berpendapat
bahwa kematian merupakan takdir yang berlaku bagi manusia, dan cepat atau lambat pasti akan tiba saatnya tanpa mungkin menghindarinya. Bagi subyek, kematian adalah
saal peralihan menuju kehidupan lain yang lebih kekal. Karena pandangan ini
diperoleh dan ajaran agama masing-masing, maka subyek pada sisa hidupnya
umumnya berusaha untuk meiaksanakan perintah agamanya masing-masing, berbuat
baik kepada sesama agar mendapat pahala dalam kehidupan sesudah kematian.
Bahkan ada diantaranya subyek yang lebih optimistik menghadapi kematian, karena
percaya bahwa kehidupan sesudah kematian lebih banyak menjanjikan kenikmatan.
Subyek juga menyatakan harapan agar kematiannya tidak didahului oleh rasa sakit
dan beban penderitaan baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Sebagai realisasi dari kesadaran akan datangnya kematian, subyek mulai
melakukan persiapan-persiapan. Persiapan itu meliputi hal-hal yang bersifat material
seperti menyediakan rumah yang layak bagi keluarganya, tabungan dan deposito
untuk menghindari kesulitan ekonomi keluarga, dan mempersiapkan pembagian
warisan agar sepeninggalnya nanti tidak terjadi sengketa antara sesama anggota
keluarga. Persiapan material ini lebih ditujukan pada keluarga yang ditinggalkan
seperti anak, istri, dan cucu. Dalam hal ini tampaknya kedua subyek wanita dalam
penelitian tidak terlalu terbebani. Mungkin karena kedua subyek ada dalam situasi
sedemikian rupa sehingga beban pikiran mengenai persiapan material tidak seberat
pada subyek pria; satu subyek sudah bercerai dan subyek lain tidak menikah. Selain
itu subyek penelitian tidak menyinggung urusan pemakaman sebagai salah satu hal
yang perlu diperhatikan dalam persiapan. Hasil lain yang menarik adalah kepasrahan
salah satu subyek yang luar biasa sehingga tidak membuat persiapan apapun yang
bersifat material.
Untuk ketenangan diri subyek dalam menghadapi kematian sebagai sesuatu
yang tidak diketahui secara pasti, subyek meningkatkan sikap religius; antara lain
dengan menjalankan kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing,
banyak mawas diri, meiaksanakan shalat lima waktu, menunaikan ibadah haji, rajin pergi ke gereja, rajin mengikuti pengajian dan ceramah keagamaan, membaca bukubuku
keagamaan, dan kegiatan lainnya yang dapat mempertebal keyakinan agama
masing-masing. Subyek umumnya sudah merasa cukup puas dengan kehidupannya
selama ini dan tidak merasa perlu meminta apa-apa lagi kecuali hanya bersyukur
kepada Tuhan atas segala karunianya. Selain keyakinan agama yang kuat, hal yang
juga mendukung ketenangan subyek ialah keberadaan mereka dalam lingkungan
keluarga yang akrab satu sama lain.
Diharapkan hasil penelitian ini -walaupun hasilnya belum dapat
digeneralisasikan- dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam hal kematian
yang masih sangat langka di Indonesia; kliususnya dari tinjauan ilmu psikologi,
terutama bagaimana lansia mengatasi rasa takutnya terhadap kematian dan
memberikan gambaran mengenai apa saja yang perlu dipersiapkan untuk dapat
menghadapi kematian dengan tenang, sehingga mereka dapat mempergunakan sisa
hidupnya dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.

 File Digital: 1

Shelf
 S2572-AVS Lestari Sandjojo.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Skripsi Membership
No. Panggil : S2572
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 1997
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xiv, 119 pages : illustration ; 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S2572 14-18-785902150 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20286747
Cover