Interaksi sosial merupakan sarana pembelajaran sosial bagi remaja dimana diperlukan upaya untuk menyesuaikan diri antara tuntutan sosial dengan kebutuhan dalam diri sendiri. Keberhasilan remaja dalam relasi antarpribadi memperlihatkan tingkat kompetensi yang dimiliki remaja untuk menjalin dan mengembangkan interaksi antarpribadi tersebut. Hambatan dalam menguasai kompetensi relasi antarpribadi menjadikan remaja mengalami kesulitan untuk bertindak secara efektif daiam bermasyarakat dan dapat berkembang menjadi hambatan psikologis di masa mendatang.
Ford (1992) mengungkapkan bahwa interaksi sosial dan relasi antarpribadi merupakan domain untuk menguasai kompetensi sosial. Penguasaan, kompetensi relasi antarpribadi pada remaja diperoleh melalui proses sosialisasi di antara teman dan kelompok sebaya, institusi sekolah serta media massa. Dalam penguasaan kompetensi relasi antarpribadi ini melibatkan pula upaya-upaya menampilkan diri di hadapan oranglain (Argyle, 1980). Upaya untuk menampilkan diri ini merupakan sarana untuk meningkatkan gambaran diri dan penerimaan sosial. Bagi remaja, penerimaan sosial di kalangan sesama teman dan kelompok sebaya pada lingkungannya merupakan tuntutan dan kebutuhan yang harus dipenuhi remaja dalam masa perkembangannya.
Menurut Snyder (dalam Briggs, Cheek & Buss, 1980), upaya menampilkan diri di hadapan orang Iain dipengaruhi oleh pemantauan diri (self-monitoring) yang terbagi atas pemantauan diri yang tinggi dan pemantauan diri yang rendah. Pemantauan diri yang tinggi berdasarkan situasi eksternal dan perilaku orang lain. Sedangkan pemantauan diri yang rendah berdasarkan disposisi internal yang terdapat dalam diri seorang - seperti belief, sikap, dan norma - dan kurang memperhatikan kesesuaian dengan lingkungan disekitamya. Oieh karena itu, pemantauan diri yang tinggi diharapkan tingkat kompetensi relasi antarpribadi akan tinggi mengingat bahwa perilaku yang ditampilkan di hadapan orang lain sesuai dengan konteks sosial yang menyertainya. Sedangkan pemantauan diri yang rendah diharapkan akan lebih rendah kemampuan menjalin relasi antarpribadi karena cenderung lebih memperhatikan disposisi pribadi dan kurang memperhatikan kesesuaian dengan konteks sosial yang ada.
Pendekatan yang dikembangkan untuk menilai tingkat penguasaan kompentensi relasi antarpribadi mencakup pendekatan interpersonal task. Menurut Buhrmester, dkk., (1988), konteks sosial yang ada membutuhkan beragam kompetensi sosial, dan setiap individu memiliki kompetensi yang beragam. Seseorang rnungkin berhasil dalam satu konteks sosial namun kurang berhasil dalarn konteks sosial yang lain. Lebih Ianjut, Buhrmester, dkk., (1988) mengajukan 5 ranah komponen kompetensi relasi antarpribadi yaitu initiation competence, negative assertion, self-disclosure, emotional support dan conflict management. Pemahaman terhadap masing-masing ranah membantu untuk menentukan perilaku yang paling sesuai dengan konteks sosial yang dihadapi. Melalui pendekatan ini, disusunlah alat ukur yang bernama "Interpersonal Competence Questionnaire" (ICQ) untuk mengetahui gambaran menyeluruh mengenai penguasaan kompetensi relasi antarpribadi pada remaja.
Adapun untuk mengukur pemantauan diri, dikembangkan alat ukur yang bernama Self-Monitoring Scale? (SMS) dari Snyder versi tahun 1974 (dalam Briggs, Vheek, & Buss, 1980). Pengukuran didasarkan atas kesesuaian dengan situasi eksternal dan disposisi internal, sehingga hasil yang diperoleh menunjukkan pemantauan diri yang tinggi atau pemantauan diri yang rendah. Alat ini diperlukan untuk mengetahui gambaran menyeluruh mengenai kemampuan remaja dalam menampilkan diri di hadapan orang Iain berdasarkan kategori pemantauan diri yang tinggi aiau pemantauan diri yang rendah.
Penelitian ini merupakan upaya untuk menambah pengetahuan teoritis mengenai kaitan antara pemantauan diri dengan kompetensi relasi antarpribadi pada remaja. Di samping itu, manfaat praktis yang diharapkan adalah untuk memperoleh langkah-Iangkah yang sesuai dalam tindakan preventif dan kuratif terhadap gejala yang menyimpang dari perilaku sosial remaja.
Subjek penelitian ini adalah siswa SMU kelas III, dimana mereka diharapkan telah mengalami relasi antarpribadi dengan teman dalam Iingkungan sekoIah dan cukup mampu untuk memberikan penilaian terhadap pemantauan diri dan penguasaan kompetensi relasi antarpribadi. Pengambilan sampel penélitian ditempuh dengan cara accidental sampling.
Melalui pengolahan data dan analisis diperoieh hasil bahwa tingkat kompetensi relasi antarpribadi di kalangan remaja menunjukkan taraf yang tinggi. Demikian pula degan kelima komponen kompetensi relasi antarpribadi yang mernperlihatkan tingkat kompetensi yang tinggi. Sedangkan pemantauan diri pada remaja cenderung agak rendah dan tergolong dalam pemantauan diri yang rendah. Kaitan yang terjadi antara pemantauan diri dengan kompetensi relasi antarpribadi pada remaja menunjukkan hasil yang signifikan sehingga peningkatan dalam pemantauan diri remaia akan meningkatkan pula kompetensi relasi antapribadi remaja. Penelitian ini memperlihatkan kesesuaian dengan pandangan yang dikemukakan oleh Argyle (1980) bahwa upaya menampilkan diri di hadapan orang Iain akan mempengaruhi pula kompetensi relasi antarpribadi.
Hasil penelitian ini akan semakin baik apabila memperhatikan faktor-faktor di luar kondisi yang dipakai dalam penelitian ini, seperti penilaian dilakukan pula oleh guru, teman atau orang tua. Generalisasi akan semakin akurat jika subjek penelitian diperoleh dan strata pendidikan yang berbeda atau usia yang beragam. Upaya untuk memperluas daerah penelitian yang meliputi perkotaan dan pedesaan, atau lingkungan sekolah yang beragam seperti STM dan madrasah, akan menambah pula nilai keakuratannya.
Penelitian lanjutan mengenai kompetensi relasi antarpribadi dan pemantauan diri dalam kaitannya dengan persoalan sehari-hari atau dalam kasus-kasus klinis semakin dirasakan keperluannya dalam memahami kompetensi relasi antarpribadi dan dalam kaitannya dengan pemantauan diri seseorang.