ABSTRAKPenelitian bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kondisi
kesehatan mental antara guru pria dan wanita yang mengajar di SD Negeri
Jakarta. Aspek kesehatan mental yang diteliti adalah penerimaan diri, hubungan
positif dengan orang lain, otonomi, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan
pertumbuhan diri. Hasil penelitian Ryff (1989) menunjukkan bahwa variabel jenis
kelamin tidak mempengaruhi kondisi kesehatan mental individu, sehingga tidak
ada perbedaan aspek penerimaan diri, tujuan hidup dan penguasaan Iingkungan
antara guru pria dan wanita. Aspek hubungan positif dengan orang lain dari
pertumbuhan diri lebih berpengaruh pada wanita dibandingkan dengan pria. Pria
cenderung lebih otonom daripada wanita (Ryff 1989).
Penelitian ini menggunakan alat ukur kesehatan mental ?Scales of
Psychological Well-Being (Ryff 1989). Metode pengambilan sampel adalah non-
probability sampling, sedang teknik pengambilan sampel adalah Incidental Sampling. Sampel diambil dari populasi sampel dengan karakteristik: guru pria
dan wanita di SD Negeri Jakarta, berusia minimal 25 tahun, berpendidikan
minimal SMU dan berpengalaman mengajar minimal 2 tahun di SD Negeri. Data
kontrol sampel terdiri dari jenis kelamin, usia, lama mengajar, tingkat pendidikan,
status perkawinan, penghasilan utama dan tambahan. Pengolahan data kontrol
menggunakan distribusi frekwensi dan persentase, sedang pengolahan data
hipotesa tentang aspek kesehatan mental menggunakan statistik Discriminant
Analysis yang dibantu dengan program SPSS Rel.6.1 di komputer.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi kesehatan mental pada
guru pria maupun wanita umumnya tidak memiliki perbedaan. Hanya aspek
otonomi yang berbeda, dimana ternyata guru pria memiliki kondisi aspek otonomi
yang lebih baik daripada guru wanita yang mengajar di SD Negeri Jakarta,
Peneliti menyarankan agar alat ukur yang digunakan benar-benar dapat mengukur
variabel yang akan diteliti. Lakukan uji reliabilitas alat sebelum alat tersebut
diedarkan di lapangan. Selain itu, usahakan agar responden mengisi kuesioner
dalam kondisi yang tenang dan tidak terburu-buru. Sebaiknya peneliti
memberikan penjelasan lebih dahulu agar maksud dan tujuan pengisian kuesioner
itu tercapai. Peneliti juga menyarankan agar pemilihan sampel penelitian lebih
bersifat heterogen.