ABSTRAKKematian pasangan hidup merupakan stressor terbesar dalam hidup seseorang yang
mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Kesepian merupakan stress emosional yang
paling menekan adalah masalah utama yang dihadapi oleh janda dan duda usia lanjut
(Perlman & Peplau, 1982; Kimmel, 1992; Journal of applied family & child studies,
1986, vol 35). Menikah kembali dapat menjadi jalan keluar bagi para usia lanjut
untuk terbebas dari kesepian (Journal of marriage & the family, 1978, vol 40;
Hurlock, 1983; Papalia & Olds, 1992). Pada usia lanjut beberapa aspek seperti aspek
fisik dan kognitif mengalami penurunan. Kesehatan emosi berkaitan dengan
kehidupan yang telah dilalui; seseorang yang merasa bahagia dan mampu melihat
kehidupannya di masa lalu tanpa merasa menyesal dan bersalah akan mengalami
emosi positif (Vaillant & Vaillant dalam Papalia & Olds, 1992). Interaksi sosial
sangat penting bagi usia lanjut agar mereka tidak merasa tersisih dari masyarakat.
Hubungan dengan pasangan hidup mempengaruhi kepuasan hidup seseorang;
keberadaan pasangan hidup membantu orang usia lanjut dalam mencapai
kesejahteraan emosional dan membuat mereka merasa penting dan diperlukan
(Papalia & Olds, 1992). Oleh karena itu kehilangan pasangan hidup menimbulkan
masalah-masalah praktis dan emosional bagi usia lanjut. Bagi duda usia lanjut
kesepian yang mereka alami ditambah pula dengan keadaan mereka yang tidak
terbiasa mengurus diri sendiri; sehingga mereka sangat membutuhkan pendamping di usia tua (Berardo dalam Bell, 1971). Janda usia lanjut walaupun mempunyai
dukungan sosial dari anak dan sahabat tetap membutuhkan kehadiran pendamping
dalam hidup mereka. Mereka menempatkan companionship sebagai alasan untuk
menikah kembali (Gentry & Schulman, 1988; Bengston, 1990 dalam Aiken 1995).
Menikah kembali memberikan pengaruh positif karena membuat para usia lanjut
lebih bahagia (Butler &, Lewis, dalam Aiken, 1995). Namun para usia lanjut
yang menikah kembali harus melalui penyesuaian yang cukup berat sebab selain
adanya perbedaan latar belakang; harapan dan kebiasaan yang terbentuk selama
pernikahan pertama dijadikan dasar dalam pernikahan kedua ini sehingga mereka
sering membandingkan pasangan saat ini dengan pasangan yang dulu (Furstenberg,
dalam Hall & Perlmutter, 1992).
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan
wawancara mendalam sebagai bentuk pengumpulan data. Subyek dalam penelitian ini
diperoleh melalui cara informal dan formal.
Dari keempat subyek yang diwawancarai, kebutuhan akan pendamping merupakan
alasan mereka menikah kembali. Selain itu perasaan kasihana pada pasangan juga
menjadi dasar pertimbangan ketika memutuskan untuk menikah kembali. Adanya
perbedaan latar belakang antar suami istri kerapkali menimbulkan masalah dalam
penyesuaian diri. Menikah kembali setelah kematian pasangan hidup dapat menjadi
pilihan bagi usia lanjut jika didukung oleh adanya kesamaan latar belakang,
persetujuan keluarga, mengetahui kebutuhan pasangan dan adanya penghasilan yang
memadai. Menikah kembali di usia lanjut membutuhkan pertimbangan matang.