ABSTRAKPerkawinan merupakan bentuk hubungan interpersonal antara pria dan wanita
yang sifatnya paling intim, sangat berbeda dengan bentuk-bentuk hubungan interpersonal
lainnya dan cenderung dipertahankan (Argyle & Henderson, 1985). Pada dasarnya
Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam menganut asas monogami, walaupun
demikian perkawinan poligami diperbolehkan sebagai suatu pengecualian. Pengecualian
diperbolehkannya poligami disertai dengan adanya batasan-batasan yang berat berupa
syarat-syarat dan tujuan yang mendesak (Thalib, 1986).
Setiap perkawinan baik monogami ataupun poligami tidak mungkin akan selalu
berjalan mulus tanpa menghadapi suatu masalah perkawinan apapun. Bentuk perkawinan
poligami adalah suatu bentuk keluarga yang lebih besar, segala hak dan kewajiban dalam
perkawinan harus dijalankan untuk dua keluarga Hal ini dapat menjelaskan bahwa
masalah yang akan timbul dalam perkawinan akan lebih banyak.
Potensi masalah akan lebih besar bila perkawinan berlanjut hingga pria yang
berpoligami menginjak lanjut usia Hal ini karena pada saat lanjut usia secara alamiah
terjadi penurunan dalam berbagai kemampuan sementara kewajiban yang harus dipenuhi
tetap. Penurunan yang paling jelas terutama pada kemampuan fisik yang kemudian ikut
mempengaruhi perkembangan kognitif, emosi dan sosialnya (Bee, 1996). Hal ini akan
menyebabkan kemampuan untuk memenuhi segala kewajiban menjadi menurun.
Sedangkan saat ini populasi lanjut usia semakin meningkat sebagai akibat keberhasilan
pembangunan yang didukung oleh kemajuan ilmu dan teknologi serta pelayanan
kesehatan. Peningkatan jumlah lanjut usia ini menunjukkan usia harapan hidup yang
semakin meningkat. Perkawinan poligami yang berlanjut sampai lanjut usia pun
tampaknya akan semakin meningkat. Walaupun Undang-Undang Perkawinan dan Hukum
Islam yang membatasi peluang untuk berpoligami cukup ketat, namun pada kenyataannya
hal tersebut tidak terlalu menghalangi orang-orang untuk menikahi lebih dari seorang
istri.
Menurut Steinberg & Silverberg (dalam Davidson & Moore, 1996) masa lanjut
usia merupakan masa keemasan bagi pasangan suami-istri dalam menjalani
perkawinannya, karena pada masa ini pasangan suami-istri akan lebih banyak
menghabiskan waktunya dalam keluarga dan menjalani kegiatan bersama pasangan
hidupnya Walaupun demikian setiap suami-istri tidak dapat menghindari potensi
timbulnya masalah akibat proses penuaan yang bersifat menurun. Tentunya bagi pria
yang berpoligami potensi masalah yang dihadapi akan lebih besar karena tetap harus
memenuhi segala kewajiban pada dua keluarga.
Berdasarkan hal tersebut dalam penelitian ini ingin diperoleh gambaran masalah
yang dihadapi pria yang berpoligami menginjak lanjut usia, dengan mengacu pada faktorfaktor
yang mempengaruhi seseorang untuk berpoligami, perbedaan masalah poligami yang dialami sebelum dan sesudah lanjut usia serta faktor-faktor yang berperan
membantu mengatasi masalah poligami. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
metode kualitatif serta menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi untuk
mengumpulkan data. Subyek penelitian terdiri dari lima orang pria lanjut usia yang
berpoligami sebelum menginjak lanjut usia. Setelah data selesai dikumpulkan, dilakukan
analisa secara kualitatif untuk mendapatkan gambaran masalah pria yang berpoligami
menginjak lanjut usia
Hasil penelitian menunjukkan faktor yang mendorong seorang pria untuk
berpoligami adalah keinginan untuk mempunyai keturunan, jatuh cinta pada wanita lain,
menolong calon istri kedua dan ada ketidakcocokkan dengan istri pertama Hasil lain
menunjukkan umumnya pada setiap subyek ditemukan masalah dari perkawinan
poligaminya sebelum lanjut usia. Sesudah lanjut usia masalah tersebut sebagian besar
terus berlanjut, tetapi ada pula masalah yang selesai atau baru timbul sesudah lanjut usia
Secara umum masalah poligami sebelum lanjut usia adalah masalah komunikasi, masalah
keadilan dan tanggung jawab, masalah ekonomi dan masalah kondisi fisik istri pertama
Sesudah lanjut usia masalah poligami yang timbul berkaitan dengan penurunan kondisi
fisik subyek penelitian. Sedangkan faktor-faktor yang membantu mengatasi masalah yang
timbul akibat poligami adalah mendekatkan diri pada agama, menyibukkan diri dengan
pekerjaan, melakukan meditasi, memahami kondisi istri, kehadiran anak dan hubungan
yang baik antara kedua istri. Hasil tambahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah
manfaat poligami yang dirasakan setiap subyek, gambaran perasaan setiap subyek dalam
menjalani poligaminya selama ini dan saran yang diberikan setiap subyek untuk generasi
selanjutnya yang ingin berpoligami.
Hal-hal yang cukup menarik untuk didiskusikan dalam penelitian ini adalah
faktor yang mendorong seorang pria berpoligami dihubungkan dengan teori Nasir (1976),
masalah-masalah poligami dihubungkan dengan teori Nasir (1976), partisipasi kelima
subyek penelitian yang sudah menginjak lanjut usia dihubungkan dengan dua teori
partisipasi lanjut usia dalam lingkungan sosialnya, yaitu dari Cumming & Henry (dalam
Tumer & Helms, 1995) serta dari Maddox (dalam Santrock, 1992), kedekatan pada
agama setelah lanjut usia dihubungkan dengan teori Koening, Georgen & Siegler (dalam
Perlmutter & Hall, 1992), subyek yang menghadapi masalah terberat, pembuktian teori
Landis & Landis (1970) tentang beberapa bidang utama yang membutuhkan penyesuaian
diri pada pasangan perkawinan serta waktu yang diperlukan untuk mencapai kesesuaian
dalam berbagai bidang kehidupan perkawinan, manfaat poligami dihubungkan dengan
teori Aj-Jahrani (1996) dan terakhir berhubungan dengan pembagian tempat tinggal untuk
dua orang istri. Saran untuk penelitian lanjutan meliputi menambah wawancara
mendalam terhadap pihak istri, dapat pula masalah poligami dibandingkan dengan pria
yang menikahi lebih dari dua istri dan menambah jumlah subyek agar memperoleh
gambaran yang lebih lengkap. Saran praktis pada penelitian ini lebih ditujukan pada pria
yang bermaksud untuk berpoligami agar mendapatkan masukan tentang gambaran
masalah poligami yang mungkin akan ditemui.