ABSTRAKPenerimaan diri merupakan salah satu dari enam indikator Psychological
Well-Being (Ryff, 1989). Penerimaan diri yang baik hanya akan terjadi bila
seseorang mau dan mampu memahami keadaan dirinya sebagaimana adanya,
bukan sebagaimana yang diinginkan. Penulis merasa aspek ini cukup penting
untuk diteliti, terutama pada wanita. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa
wanita cenderung mengadopsi pendapat kaum pria mengenai diri mereka atau
diri wanita Iain, memiliki self-esteem yang Iebih rendah dan konsep diri yang
cenderung negatif dibandingkan dengan kaum pria (American Association of
Universiti of Women, 1991)
Penulis mencoba mengkaitkan penerimaan diri dengan identitas peran
jender (selanjutnya disebut IPJ) dan ekspresi kemarahan. IPJ dianggap penting
karena selama ini IPJ diketahui mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia
(Unger & Crawford, 1992), termasuk penerimaan diri. Sementara ekspresi
kemarahan dianggap perlu karena banyak penelitian yang menyebutkan bahwa
wanita mengalami kesulitan dalam mengalami dan mengekspresikan
kemarahan mereka, sehingga mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan
mental (Kopper, 1989). Pada saat merasa marah, wanita mulai mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada diri mereka sendiri yang malahan menghalangi
pengekspresian kemarahannya, bahkan seringkali mengarah kepada perasaan
bersalah, depresi dan perasaan ragu-ragu terhadap diri sendiri.
Dengan latar belakang tersebut maka yang menjadi permasalahan
umum dalam penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan penerimaan diri
wanita berdasarkan tipe IPJ (maskulin, feminin, androgin dan tak-tergolongkan)
dan ekspresi kemarahannya (ke dalam, asertif dan ke luar)? Dan apakah ada
hubungan antara IPJ (maskulin, feminin, androgin dan tak-tergolongkan) dan
ekspresi kemarahan (ke dalam, asertif dan ke luar) dengan penerimaan diri
pada wanita? Secara lebih rinci permasalahan umum di atas dapat dijabarkan
ke dalam empat sub permasalahan, yaitu:
1. Apakah ada perbedaan penerimaan diri wanita berdasarkan tipe IPJ
(maskulin, feminin, androgin dan tak-tergolongkan)?
2. Apakah ada perbedaan penerimaan diri wanita berdasarkan tipe
ekspresi kemarahannya (ke dalam, asertif, dan keluar)?
3. Apakah ada perbedaan penerimaan diri wanita berdasarkan interaksi
antara IPJ (maskulin, feminin, androgin dan tak-tergolongkan) dan
ekspresi kemarahannya (ke dalam, asertif, dan keIuar)'?
4. Apakah ada hubungan antara IPJ (maskuIin, feminin, androgin dan
tak-tergolongkan) dan ekspresi kemarahan (ke dalam, asertif dan ke
Iuar) dengan penerimaan diri pada wanita?
Penelitian ini lebih bersifat penelitjan deskriptif walaupun terdapat unsur-
unsur penjajagan sehubungan dengan belum banyaknya penelitian yang telah
dilakukan di sini yang dapat dijadikan Iandasan untuk merumuskan hipotesa
bagi penelitian ini. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif dan
pengolahan hasil dilakukan dengan teknik statistik analisa varians dan regresi
majemuk. Sampel penelitian adalah mahasiswa perempuan yang diperoleh
dengan teknik accidental sampling sebanyak 200 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Ada perbedaan penerimaan diri wanita berdasarkan IPJ.
2. Tidak ada perbedaan penerimaan diri wanita berdasarkan tipe ekspresi
kemarahan.
3. Tidak ada perbedaan penerimaan diri berdasarkan interaksi antara IPJ dan
ekspresi dengan penerimaan diri.
4. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa secara bersama-sama IPJ dan
ekspresi kemarahan tidak berhubungan dengan penerimaan diri. Hanya 1,7
% varians penerimaan diri yang dapat diterangkan oleh identitas IPJ dan
ekspresi kemarahan.