Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa keluarga memegang peranan penting bagi perkembangan individu dari anak-anak sampai dewasa. Seorang anak yang tumbuh di keluarga yang bahagia dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang akan lebih siap untuk bergaul dengan orang lain, punya rasa percaya diri dan mampu memperhitungkan kebutuhan orang lain (Landis& Landis, 1970). Namun demikian, karena terdapat masalah-masalah tertentu dalam sebuah keluarga (baik dalam diri anak, atau karena masalah keluarga lainnya), ada anak-anak yang tidak dapat dibesarkan dalam lingkungan keluarga sendiri, tapi harus dibesarkan di luar lingkungan keluarga, misalkan dalam keluarga angkat atau dalam panti asuhan. Panti asuhan sebagai sebuah lembaga untuk mengasuh anak-anak'bertujuan agar anak asuh bisa berkembang secara wajar dan memiliki keterampilan sehingga ia bisa terjun ke masyarakat bila ia sudah dewasa dan bisa hidup layak serta punya rasa tanggung jawab pada dirinya, keluarga dan masyarakat (Dinas Sosial, 1985).
Pada setiap panti asuhan terdapat batas usia anak asuh. Biasanya, bila anak sudah mencapai usia dewasa (sekitar usia duapuluh tahun) anak asuh berakhir statusnya sebagai anak asuh sehingga harus keluar dari panti untuk kembali ke orang tua atau terjun ke masyarakat. Pada usia ini individu mulai berada pada tahap dewasa muda, sehingga sebagai manusia' individu tersebut juga menghadapi tugas perkembangan, yaitu untuk membina karier, membina kehidupan yang mandiri, serta membina hubungan intim baik dengan teman atau calon pasangan hidup (Tumer & Helms, 1995). Untuk dapat berhasil memenuhi tugas perkembangan itu, individu dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang terjadi pada tahap-tahap perkembangan sebelumnya, yaitu anak-anak dan remaja (Conger, 1991). Pada individu yang pernah tinggal di panti asuhan, pengalaman ini termasuk pengalamannya sewaktu menjadi anak panti asuhan.
Anak panti asuhan sering dianggap sebagai anak yang sulit untuk berfungsi secara optimal, malas, nakal dan sulit diatur. Hal ini dapat berpengaruh pada penilaian individu akan dirinya. Whittaker (dalam Baily, & Baily, 1983) mengatakan bahwa anak panti asuhan sering memandang dirinya sebagai manusia yang jelek, berbeda, bodoh, dan tidak mampu untuk berubah. Penilaian diri ini selain dapat mempengaruhi tingkah laku individu, juga akan berpengaruh pada bagaimana ia merealisasikan potensi dirinya (kesejahteraan psikologis, selanjutnya disebut PWB). Individu tersebut akan sulit berfungsi secara optimal dalam masyarakat.
Konsep PWB dikemukakan oleh RyfF (1989) sebagai konsep yang menekankan pada kemampuan seseorang untuk menjalankan serta merealisasikan fungsi dan potensi yang ia miliki. Fungsi dan potensi tersebut terdiri dari enam dimensi, yaitu dimensi otonomi, dimensi penguasaan lingkungan, dimensi pertumbuhan diri, dimensi hubungan positif dengan orang lain, dimensi tujuan hidup, dan dimensi penerimaan diri. Keadaan PWB dapat terbentuk oleh pengaruh beberapa faktor, yaitu : faktor demografis dan klasifikasi sosial; faktor dukungan sosial; faktor daur hidup keluarga; faktor evaluasi individu akan pengalaman hidupnya; serta faktor kepribadian, seperti kontrol internal dan eksternal.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan keadaan PWB individu dewasa muda yang pernah menjadi anak panti asuhan, dengan mengacu pada pengalaman indiviu selama menjadi anak panti asuhari dan pengaruh faktor-faktor dalam pengalaman individu tersebut terhadap keadaan PWBnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara untuk mengumpulkan data. Selain itu, agar diperoleh gambaran PWB yang akurat, penelitian juga menggunakan alat ukur PWB (The Scales of Psychological Well-Bemg, atau SPWB) yang berbentuk kuesioner sebagai data penunjang. Subyek penelitian terdiri dari tiga orang individu dewasa muda yang pernah atau masih menjadi anak panti asuhan. Setelah data selesai dikumpulkan, dilakukan analisis kualitatif terhadap wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan gambaran PWB pada dewasa muda yang pernah menjadi anak panti asuhan, antara gambaran di SPWB dengan yang terungkap dalam wawancara. Dari hasil perolehan skor tiga subyek dalam SPWB, tergambar keadaan PWB yang cukup baik, sedangkan dari wawancara dan observasi terungkap adanya beberapa aspek dari subyek yang tidak sebaik di SPWB dan masih harus dikembangkan.
Pada penelitian ini didiskusikan beberapa hal yang menurut peneliti menarik, yaitu tentang tempat tinggal subyek penelitian; sebab subyek masuk panti asuhan dan hubungan subyek dengan keluarga aslinya; hubungan jenis kelamin dengan PWB; adanya tumpang tindih dalam dimensi-dimensi PWB; proses perolehan subyek penelitian; dan penggunaan dua buah metode, yaitu wawancara dan kuesioner. Saran untuk penelitian lanjutan meliputi dilakukannya wawancara dengan orang-orang dekat subyek; cara perolehan subyek yang efektif dan tidak melibatkan otoritas; dilakukannya penelitian dengan membandingkan jenis panti asuhan (asrama dan keluarga) serta penelitian dengan subyek yang benar-benar sudah keluar dari panti asuhan; dan kriteria sampel yang sesuai dengan kriteria subyek penelitian. Sedangkan saran praktis pada penelitian ini lebih mengenai pandangan pihak masyarakat luas terhadap anak panti asuhan.