ABSTRAKKawin lari merupakan suatu fenomena yang ada di kebudayaan Palembang. Istilah
kawin lari dalam masyarakat Palembang sangat beragam ada yang menyebutnya
sebagai larian, begujalan, atau kawin ketip. Umumnya kawin lan dilakukan oleh
seseorang dikarenakan orangtua tidak menyetujui pasangan pilihannya. Ketidak
setujuan orangtua ini disebabkan adanya perbedaan agama atau perbedaan etnis.
Dalam diri orangtua akan terjadi permasalahan jika anaknya tetap memaksa ingin
menikah. Ketidaksetujuan orangtua untuk menikahkan anaknya dengan seseorang
yang berbeda etnis dan agama dikarenakan adanya faktor prasangka. Orangtua
cenderung menilai pasangan pilihan anaknya mempunyai sikap-sikap yang
negatif.
Disini peneliti hendak melihat bagaimana dinamika disonansi kognitif yang
dialami orangtua yang anaknya melakukan larian dengan menggunakan teori
disonansi kognitif dari Leon Festinger (1957). Inti dari teori disonansi kognitif ini
adalah terjadinya hubungan yang tidak pas (non-fitting relations) antara elemenelemen
kognisi yang menimbulkan disonansi (ketidaknyamanan kognisi).
Disonansi menimbulkan desakan untuk memgurangi disonansi dan menghindari
peningkatannya. Hasil dari desakan ini terwujud dalam perubahan-perubahan
dalam kognisi seseorang berupa perubahan tingkah laku dan keterbukaan akan
informasi-informasi dan pendapat-pendapat baru yang sudah diseleksi terlebih
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian kualitatif studi kasus.
Studi kasus digunakan untuk mendapatkan gambaran yang mendalam dan
mendetil tentang pengalaman dinamika kognitif yang dialami orangtua yang
anaknya melakukan larian. Adapun alat yang digunakan adalah pedoman
wawancara, alat perekam untuk merekam hasil wawancara, dan observasi yang
dilakukan oleh peneliti. Dari hasil penelitian diketahui bahwa semua subyek mengalami disonansi. Hal ini
terlihat dari ekspresi ketidaknyamanan mereka berupa rasa ketakutan,
kekhawatiran, kebimbangan, dan kekecewaan. Disonansi yang dialami subyek
bersumber pada inkonsistensi logis, generalisasi opini, nilai-nilai budaya, dan
pengalaman masa lalu. Adapun cara yang dipilih subyek untuk mengurangi
disonansi yang dialaminya adalah dengan merubah elemen perilaku, merubah
elemen kognisi lingkungan, menambah elemen kognisi baru, dan melakukan
penghindaran disonansi. Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa
ketidaksetujuan orangtua untuk menikahkan anaknya dengan pasangan pilihannya
dikarenakan adanya faktor prasangka. Prasangka ini bisa diketahui oleh orangtua
berdasarkan pengalamannya sendiri, maupun dari orang lain