ABSTRAKMasa remaja adalah suatu tahap kehidupan antara masa kanak-kanak dan
dewasa yang penuh dengan perubahan-perubahan baik secara fisik maupun
emosional. Terjadinya perubahan-perubahan tersebut membutuhkan
masa
secara
penyesuaian diri baik dari pihak remaja maupun dari pihak orang tua (Papalia &
Olds, 1998). Kegagalan kedua belah pihak dalam menyesuaikan diri mereka
terhadap perubahan yang terjadi, dapat membawa remaja pada tingkah laku yang
beresiko tinggi (Papalia & Olds, 1998; Santrock, 1998; Tumer & Helms, 1995).
Salah satu sebab yang selalu dipertimbangkan sebagai penyebab remaja terlibat
dalam perilaku beresiko tinggi adalah faktor keluarga, yaitu keluarga yang dipenuhi
dengan konflik, parenting practice yang kurang atau tidak konsisten, dan
hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis.
Beberapa ahli mengatakan bahwa ketidakharmonisan orang tua dapat
digolongkan sebagai tahap awal dari suatu proses perceraian (Hohannon dalam
Tumer & Helms, 1995; Ahrons dalam Carter & McGoldrick, 1989). Tahap
tersebut meliputi perceraian emosi di antara pasangan suami-istri. Dari banyak
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa
ketidakharmonisan hubungan orang tua membawa dampak yang negatif bagi anak.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti
lebih lanjut tentang masalah-masalah yang dihadapi remaja sehubungan dengan
ketidakharmonisan hubungan orang tua serta dukungan sosial yang dibutuhkan
oleh remaja agar akibat negatif yang diasosiasikan dengan ketidakharmonisan
hubungan orang tua, dapat dihindari.
Penelitian ini menggabungkan kedua pendekatan yang biasa digunakan
dalam penelitian-penelitian psikologi, yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Metode pengambilan data yang digunakan pun mencerminkan kedua pendekatan yang digunakan, yaitu melalui kuesioner dan wawancara mendalam yang ditunjang
dengan observasi.
Dari penyebaran kuesioner diperoleh hasil bahwa masalah utama yang
sering menyebabkan konflik diantara ayah dan ibu subyek adalah masalah ideologi
peran jender dan diikuti dengan masalah keuangan. Selain itu juga ditemukan
bahwa pasangan yang mempunyai masalah perselingkuhan, biasanya juga
mengalami masalah lain yang cukup banyak dalam dimensi-dimensi yang lain.
Sedangkan dari wawancara dan observasi kepada 3 orang subyek yang orang
tuanya mengindikasikan ketidakharmonisan hubungan orang tua, diperoleh hasil
bahwa masalah yang dihadapi remaja sebagai implikasi ketidakharmonisan
hubungan orang tua meliputi rentang yang cukup luas, seperti pergaulan yang
salah, ketergantungan yang berlebihan pada pacar, keraguan dalam membangun
hubungan intim dengan lawan jenis, kesadaran akan penderitaan ibu, sering
bertengkar dengan ayah, kebingungan dalam memihak, ibu sering melampiaskan
rasa frustasinya kepada anak-anaknya, dan hubungan dengan ayah yang semakin
menjauh. Dukungan emosional dan dukungan jaringan sosial merupakan dukungan
yang paling banyak diterima oleh subyek, sedangkan dukungan instrumental hampir
tidak didapatkan oleh subyek. Selain itu juga ditemukan bahwa sebagian besar
subyek wawancara mengaku belum cukup puas terhadap dukungan sosial yang
sudah diberikan oleh orang-orang di sekitar mereka. Subyek mengharapkan
dukungan yang tidak hanya bersifat menenangkan tetapi juga dukungan berupa
tindakan yang dapat membuat orang tuanya harmonis kembali. Subyek juga
mengharapkan dukungan orang-orang terdekat mereka, terlebih lagi orang-orang
yang tinggal satu rumah dengan mereka yang mengalami langsung
ketidakharmonisan hubungan orang tuanya, misalnya kakak.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar dilakukan penelitian
yang sama terhadap remaja laki-laki. Remaja laki-laki cenderung enggan bercerita
tentang hal-hal yang menggelisahkan hatinya dan justru keengganannya itulah yang
potensial menimbulkan tingkah laku yang agresif. Selain itu penulis juga
menyarankan keterlibatan orang tua subyek dalam penelitian selanjutnya. Hal
tersebut dilakukan perlu sebagai upaya untuk mengerti permasalahan dari berbagai
sudut pandang.