ABSTRAKPerjudian merupakan perilaku yang dapat memberikan dampak buruk bagi
pelakunya. Dampak buruk yang dapat muncul adalah retaknya kehidupan sosial,
munculnya masalah finansial, dan kekalahan besar bisa menurunkan konsep diri
penjudi (Walker, 1992). Perilaku berjudi yang dilakukan berulang-ulang dan tidak
terkendali digolongkan sebagai gangguan kontrol impuls pada DSM-IV.Menurut
Walker sebagian penjudi pada awalnya berjudi untuk sesekali saja, tetapi ketika
tantangan dianggap berarti, penjudi akan kembali beijudi untuk mendapatkan
tantangan lebih besar. Mereka kemudian beijudi secara rutin dan mengalami
ketergantungan untuk terus beijudi. Ketergantungan ini bisa disebabkan karena
ketika beijudi, seseorang terus meyakini bahwa suatu saat ia bisa menang, tidak
peduli berapa banyak kekalahan dan kerugian yang harus dialami (Walker, 1992).
Ketika penjudi terus beijudi tetapi tidak mendapatkan kemenangan maka akan
terjadi ketidakkonsistenan antara harapan dan kenyataan, yang disebut Festmger
(1957) sebagai kondisi disonansi kognitif. Kondisi ini akan mendorong penjudi
untuk mengurangi disonansi dalam bentuk perubahan kognisi, perubahan tingkah
laku, dan penambahan elemen kognitif baru.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan
perilaku berjudi pada penjudi dan untuk mendapatkan gambaran disonansi
kognitif pada penjudi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berupa
studi kasus terhadap empat orang penjudi. Metode wawancaru mendalam (indepih
interview) dipilih agar bisa menggali pengalaman, perasaan, dan pandangan
individu mengenai perilaku beijudinya. Sebagai data pelengkap, peneliti juga
melakukan observasi terhadap subjek selama wawancara berlangsung.
Dari penelitian terhadap empat orang penjudi didapatkan bahwa faktor-faktor
penyebab munculnya perilaku beijudi adalah faktor budaya, faktor kelompok
refeiensi, faktor belajar sosial, faktor kepribadian, faktor krisis dan stress, faktor
waktu luang, faktor penghargaan sosial, faktor kebutuhan pskofisiologis, dan
faktor kognisi. Selain itu faktor penyebab awal subjek berjudi adalah faktor lingkungan dan faktor teman sebaya. Penelitian juga menunjukkan bahwa subjek
mengalami disonansi kognitif terhadap perilaku beijudinya. Keadaan disonansi
kognitif diindikasikan dengan adanya perasaan malu, gelisah, tidak enak, dan
perasaan menyesal. Sumber penyebab disonansi kognitif pada subjek adalah
adanya inkonsistensi logis (logical inconsistency), pendapat umum (opinion
generality), nilai budaya (cultural mores), dan pengalaman masa lalu (past
experience). Disonansi kognitif pada subjek dikarenakan adanya kesadaran
mereka bahwa judi lebih banyak memberikan kenigian daripada keuntungan
(inkonsistensi logis); kesadaran akan adanya pendapat umum (dari teman dan
keluarga) yang tidak menyetujui perilaku berjudi mereka (pendapat umum);
adanya pengalaman beijudi di masa lalu (pengalaman masa lalu). Subjek juga
menyadari bahwa mereka tidak bisa berhenti berjudi sebelum mendapatkan
kemenangan dari judinya. Untuk mengurangi keadaan disonansi tersebut, subjek
mencoba untuk mengubah elemen kognitif lingkungan, mengubah elemen tingkah *
laku, menghindari situasi disonansi kognitif, dan menambah elemen kognitif baru.
Selain itu, keempat subjek juga menggunakan cara lain untuk mengatasi
disonansinya, yaitu dengan berjanji akan berhenti beijudi setelah menikah dan
berkeluarga, setelah mendapatkan pekerjaan yang memberikan gaji yang
memuaskan, dan subjek mencari lingkungan sosial yang bebas dari peijudian.
Untuk penelitian selanjutnya, dapat dipilih subjek berjenis kelamin dan tahap
perkembangan yang berbeda dari subjek penelitian ini. Pengaruh teman sebaya
merupakan faktor yang mengawali perilaku beijudi keempat subjek penelitian.
Oleh karena itu usaha pencegahan dan antisipasi dapat dilakukan sedini mungkin
oleh para orangtua terhadap anak remajanya. Untuk mencegah munculnya
perilaku berjudi, seseorang sebaiknya tidak menjadikan judi sebagai sarana untuk
mengatasi stress. Penjudi juga dapat mencoba masuk ke lingkungan yang lebih
positif dimana tidak memberikan kesempatan untuk beijudi. Penjudi juga
sebaiknya menyibukkan diri agar tidak ada waktu luang yang membuat penjudi,
berpikir untuk berjudi kembali. Melihat besarnya dampak buiuk dari perilaku
berjudi, perlu dibentuk suatu komunitas Gambler Anonymous, yaitu komunitas
yang mengumpulkan mantan penjudi yang sudah berhenti beijudi untuk mengajak
para penjudi yang belum dapat berhenti berjudi. Perilaku berjudi memang sulit
untuk dihentikan dalam waktu yang singkat, oleh karena itu para penjudi perlu
belajar dari pengalaman mantan penjudi mengenai bagaimana cara mengurangi
dan berhenti dari ketergantungan pada judi ini.