ABSTRAKPenggunaan narkotika dan psikotropika dapat menimbulkan berbagai dampak
buruk secara psikologis baik intra maupun interpersonal, penurunan kualitas kesehatan
tubuh dan pelanggaran hukum. Meskipun dapat menimbulkan berbagai dampak buruk
akan tetapi sejak tahun 1998 terjadi peningkatan besar jumlah pengguna narkotika dan
psikotropika yang cukup besar di Indonesia. Saat ini diperkirakan terdapat sekitar
500.000 sampai 1.350.000 penderita ketergantungan narkotika dan psikotropika di
Indonesia (UNDCCP, 2000).
Pertanyaan dibalik permasalahan diatas adalah mengapa seorang pecandu
narkotika yang telah menyadari efek negatif dari pemakaian narkotika masih terus
melanjutkan penggunaannya? Jawaban dari pertanyaan tersebut bisa kita dapatkan
dengan melihat dari karakteristik ketergantungan narkotika dan psikotropika.
Ketergantungan narkotika dapat mencakup keterganungan secara fisik dan psikologis.
Ketergantungan secara fisik ditandai dengan hadirnya gejala putus obat yang sangat
menyakitkan dan dapat menyebabkan kematian.
Setelah menggunakan narkotika selama beberapa waktu, seorang pengguna juga
dapat mengalami perubahan pola kognitif (Beck et al, 1993). Beberapa waktu setelah
penghentian penggunaan narkotika dan psikotropika maka gejala putus obat pun mulai
menghilang. Akan tetapi, penggunaan narkotika dan psikotropika dalam jangka waktu
yang lama dapat menghilangkan kemampuan seseorang untuk menghilangkan
kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah yang ditemuinya secara normal tanpa
bantuan narkotika dan psikotropika. Kondisi ini menunjukkan adanya ketergantungan
psikologiis pada penggunaan narkotika dan psikotropika. Pada tahun 1996, T. Gorsky
mengembangkan suatu program tahapan penyembuhan terhadap ketergantungan
narkotika (Developmentdl Model of Recovery). Developmental Model of Recovery ini
mencakup enam tahapan yang memiliki karakteristiknya masing-masing di setiap tahap,
dan seorang pecandu harus dapat melewati setiap tahap satu-persatu.
Pada hasil penelitian di masa lampau oleh Sunders, AUsop (1987), ditemukan
bahwa pengguna heroin, nikotin, dan alkohol memiliki kecenderungan yang tinggi untuk
embali menggunakan narkotika setelah berada dalam kondisi putus obat selama beberapa
waktu (relapse). Para peneliti ini menemukan bahwa dua pertiga dari para pemakai narkotika yang telah mendapatkan perawatan, mengalami relapse dalam kurun waktu tiga
bulan (Sunders & Allsop, 1987; Vailant, 1983). . Pada tahun 1993 Beck et al (1993)
mengembangkan suatu teori tentang pola kognitif yang mendasari proses relapse pada
seorang pecandu narkotika dan psikotropika. Pola kognitif dari relapse ini sendiri
berisikan proses perjalanan dan perkembangan kognitif seseorang, yang akhirnya memicu
untuk terjadinya relapse.
Penelitian ini dilakukan terhadap empat orang penderita ketergantungan narkotika
dan psikotropika. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Merujuk pada kata proses dalam tujuan penelitian ini maka deskripsi motivasi
penggunaan narkotika dan psikotropika dilakakan pada tahap-tahap proses kognitif
relapse penggunaan narkotika yang dikemukakan oleh Beck (1993).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa setiap subyek mengalami relapse
minimal sebanyak satu kali saat mereka sedang mengalami ketergantungan kompulsif
terhadap narkotika dan psikotropika. Permasalahan-permasalahan yang bermunculan
membuktikan suatu dinamika yang terjadi pada proses penyembuhan ketergantungan
terhadap narkotika dan psikotropika. Permasalahan yang ada dapat mencakup terjadinya
proses jatuh bangun atau yang biasa disebut dengan slip, lapse dan relapse. Sesuai dengan
teori pola kognitif relapse yang dikembangkan oleh Beck et al (1993), sebelum akhirnya
mengalami relapse, setiap subyek memiliki pola kognitif yang hampir sama. Pola kognitif
yang mereka miliki selalu dimulai dengan adanya high risk stimuli baik yang bersifat
internal maupun external, yang akan memicu munculnya basic drug beliefs yang telah
dimiliki sebelumnya. Para subyek juga telah mengalami perkembangan dalam proses
penyembuhannya. Kemajuan dalam proses penyembuhan yang mereka jalani dapat
terlihat dari perbedaan pola kognitif yang mereka miliki saat ini. Perkembangan proses
penyembuhan didasari atas tahapan penyembuhan dalam Developmental Model of
Recovery (T.Gorsky, 1996).
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa hampir semua subyek peneltian tidak
menyadari akan pola kognitif yang mereka miliki saat mereka akan mengalami slip. Oleh
karena itu mereka juga mengalami kesulitan saat mencoba berhenti dari proses
ketergantungan mereka. Hal ini sangat berbahaya sebab individu yang terus mengalami
kegagalan akan merasa frustasi dan berfikir bahwa dirinya tidak akan pernah sembuh.
Sehubungan dengan hasil peneltian ini disarankan agar lembaga penyembuhan, dokter,
psikolog atau seorang psikiater yang memberikan terapi penyembuhan ketergantungan
sebaiknya juga memberikan perhatian yang lebih pada perubahan pola kognitif relapse.