Dodge, Bates & Petit (dalam Berns, 1997) mengatakan bahwa abuse dan neglect memiliki dampak bagi perkembangan selanjutnya berupa tingkah laku agresif dan masalah emosional atau psikologis. Penelitian membuktikan bahwa maltreatment pada masa anak-anak memiliki dampak yang jauh hingga masa dewasa (Starr dalam Bern, 1997). Dari hasil-hasil penelitian mengenai child abuse tersebut dan yang lainnya kemudian peneliti tertarik untuk melihat kondisi psikologis seorang dewasa muda yang pernah mengalami child abuse.
Untuk melihatnya peneliti menggunakan konsep psychological well-being yang dikemukakan oleh Ryff (1995) yang mengatakan bahwa untuk menjadi baik secara pikologis seseorang harus dapat menerima dirinya, adanya penguasaan lingkungan, otonomi, memiliki hubungan positif dengan orang lain, memiliki tujuan hidup dan merasakan pertumbuhan diri. Dan akhirnya permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan menjadi: bagaimana gambaran psychological well-being dewasa muda yang pernah mengalami child abuse serta faktor-faktor apa yang berperan? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus.
Subjek dalam penelitian ini sebanyak 3 orang. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi. Dan analisa yang dilakukan adalah analisa intra dan antar kasus. Dari penelitian ini diketahui bahwa pada dimensi penerimaan diri P dan R tidak dapat menerima beberapa aspek negatif pada dirinya dan ingin mengubah beberapa diantaranya, sedangkan Q hanya ingin mengubah satu aspek negatif pada dirinya.
Pada dimensi hubungan positif dengan orang lain P dan R sering memiliki masalah dan hambatan karena beberapa sifatnya, Q merasa sulit bersosialisasi. Dan ketiganya sulit terbuka terhadap orang lain. Perkosaan pada R membuatnya trauma terhadap laki-laki. Abuse yang diterima P pun menjadikannya memiliki masalah dan hambatan dalam menjalin hubungan dengan laki-laki.
Pada dimensi otonomi P membutuhkan orang lain untuk menemani dan membantunya memecahkan permasalahan-permasalahan dan mengevaluasi diri berdasarkan penilaian orang lain. Q dan R tidak tergantung pada orang lain dan mengevaluasi diri berdasarkan standarnya sendiri. Pada R kecuali terhadap pacarnya ia merasakan ketergantungan dan membiarkan dirinya diatur.
Pada dimensi penguasaan lingkungan P melakukan berbagai reaksi ketika mengalami abuse, dari hanya berdiam diri dan berhayal hingga mengikuti kegiatan di luar sekolah/kuliahnya, namun aktivitasnya tersebut sering terganggu karena kesensitifannya, begitu pula aktivitas di sekolah/kuliahnya. Q mengikuti kegiatan di luar sekolah/kuliahnya, aktivitas di sekolah/kuliahnya tidak mengalami masalah. R tidak pernah mengikuti kegiatan di luar sekolah/kerjanya karena selalu merasa bahwa dirinya berada pada tempat yang tidak tepat.
Pada dimensi tujuan hidup ketiga subjek dapat mengambil pelajaran dari abuse yang dialaminya dan ingin memperbaiki kehidupannya di masa yang akan datang. Namun P terkadang merasa putus asa hingga beberapa kali mencoba bunuh diri.
Pada dimensi pertumbuhan pribadi ketiga subjek menyadari potensi-potensi dirinya, berusaha untuk mengaktualisasikannya dan mengalami pertumbuhan pribadi. Faktor-faktor yang berperan pada dimensi penerimaan diri: dukungan sosial, evaluasi terhadap pengalaman hidup dan variabel kepribadian.
Pada dimensi hubungan positif dengan orang lain: dukungan sosial, evaluasi terhadap pengalaman hidup dan variabel kepribadian.
Pada dimensi otonomi: dukungan sosial, evaluasi terhadap pengalaman hidup dan variabel kepribadian.
Pada dimensi penguasaan lingkungan: dukungan sosial, evaluasi terhadap pengalaman hidup dan variabel kepribadian. Pada P dan R ditambah dengan faktor keberagamaan.
Pada dimensi tujuan hidup: dukungan sosial, evaluasi terhadap pengalaman hidup dan variabel kepribadian. Pada Q ditambah dengan faktor keberagamaan.
Pada dimensi pertumbuhan pribadi: dukungan sosial dan evaluasi terhadap pengalaman hidup. Pada Q ditambah dengan faktor keberagamaan. Dari hasil penelitian yang didapat maka ada beberapa saran yan dapat diberikan. Pertama, perluasan informasi mengenai child abuse. Kedua, membuka pusat-pusat rehabilitasi bagi korban child buse. Ketiga, meningkatkan kepedulian sosial.