Tesis ini membahas kemungkinan penerapan bagi hasil Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia yang dapat dijadikan alternatif bagi penguatan sumber keuangan daerah. Penelitian bersifat kuantitatif deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang diambil dari Badan Pusat Statistik dan Departemen Keuangan. Penelitian bertujuan mengetahui seberapa jauh bagi hasil PPN dapat membantu meningkatkan kapasitas fiskal daerah, serta mencari pendekatan dan porsi bagi hasil PPN terbaik dari beberapa alternatif yang disimulasikan. Simulasi dilakukan atas dua pendekatan yaitu pendekatan alokasi dasar PDRB (Growth Base Allocation - GBA) dan pendekatan alokasi dasar Konsumsi (Consumption Base Allocation - CBA) dimana masing-masing pendekatan menggunakan porsi bagi hasil sebesar 20%, 30% dan 40%.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pada porsi bagi hasil sebesar 20%, 30% dan 40%, bagi hasil PPN dapat meningkatkan penerimaan daerah masingmasing sebesar sekitar 8-9%; 12-13%; dan 17-18%. Dengan menggunakan Indikator Ruang Fiskal Daerah (IRFD) diketahui bahwa dengan adanya alokasi bagi hasil PPN, kemampuan dan fleksibilitas daerah untuk mendanai belanja yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan riil mereka mengalami peningkatan sebesar 3,63% pada bagi hasil dengan porsi 20%, sebesar 5,27% pada bagi hasil dengan porsi 30%, dan sebesar 6,79% pada bagi hasil dengan porsi 40%.
Dari ketiga porsi yang disimulasikan, hanya porsi bagi hasil 20% dan 30% yang masih dalam batas aman ketahanan fiskal nasional yang diukur dari rasio defisit anggaran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 123 Tahun 2008. Namun jika yang dijadikan acuan batas aman defisit anggaran adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, maka ketiga porsi bagi hasil tersebut masih dalam batas aman ketahanan fiskal nasional.
Ditinjau dari aspek ketimpangan horizontal, diketahui bahwa pendekatan CBA pada porsi 20% lebih dapat meminimalisir ketimpangan horizontal antar daerah.
This thesis focusess on the possibility of applying Value Added Tax (VAT) sharing in Indonesia that could be used as an alternative to strengthen local financial resources. The study was a quantitative descriptive that using secondary data drawn from the Central Bureau of Statistics and Ministry of Finance. The study aims to find how far VAT sharing could improve subnational fiscal capacity, and to find out the best approaches and portion from several alternative VAT simulations. Simulations performed on two bases allocation approaches, namely Growth Base Allocation (GBA) and Consumption Base Allocation (CBA) which each approach uses the following portions 20%, 30% and 40%. The study concluded that by using 20%, 30% and 40% of sharing portion, VAT sharing could increase subnational revenues for each VAT sharing portion about 8-9%, 12-13% and 17-18%. By using the Regional Fiscal Space Indicators (IRFD), it is known that VAT sharing could increase the Subnational ability and flexibility to cover their real needs for about 3.63% on VAT sharing 20%, 5.27% on VAT sharing 30%, and 6.79% on VAT sharing 40%. From the three simulated portions, only the 20% and 30% of sharing portion which is still in the safe threshold of national fiscal sustainability as measured by the ratio of budget deficit to Gross Domestic Product (GDP) based on Miniter of Finance Regulation (PMK) No.123 of 2008. But if the referenced of budget deficit is the Act No. 17 of 2003, the three VAT sharing portion is still in the safe threshold national fiscal sustainability. From the horizontal inequality aspect, the CBA approach of 20% portions is the most approach which could minimize horizontal inequality between regions.