ABSTRAKPenggunaan narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) semakin hari
semakin tinggi prevalensinya di Indonsia. Permasalahan yang ditimbulkan akibat
penggunaan narkoba telah berkembang menjadi permasalahan nasional yang perlu
mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Menurut hasil penelitian Pusat
Penelitian dan Pengembangan Informatikan Badan Narkotika Nasional (BNN)
tahun 2005, jumlah pemakai narkoba di Indonesia adalah sebesar 1,5% (3,2 juta)
dari total jumlah penduduk Indonesia, yang terdiri dari kategori pengguna teratur
pakai sebesar 69% atau 2.208.000 orang dan pecandu sebesar 31% atau 992.000.
Studi mengenai dampak kesehatan, sosial dan ekonomi akibat
penyalahgunaan narkoba ( Puslitkes & BNN 2005) menunjukkan besarnya biaya
yang dikeluarkan, baik untuk pembelian narkoba maupun biaya penyembuhan
pecandu. Biaya tersebut terdiri dari biaya sosial sebesar Rp 5,14 trilyun dan biaya
ekonomi sebesar Rp 18, 48 trilyun, dimana Rp 11,36 trikyun adalah biaya
pembelian narkoba
Sampai dengan saat ini berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh
NIDA US, bahwa tidak ada satu terapi yang dianggap cocok untuk terapi dan
rehabilitasi bagi pecandu narkoba. Jenis terapi yang diberikan selama ini di
Indonesia meliputi terapi dengan sistem detoksifikasi untuk menghilangkan efek
sakaw nya kemudian di lanjutkan dengan rehabilitasi sosial untuk memperbaiki
perilakunya dan memperbaiki fungsi?fungsi sosialnya serta menghilangkan efek sugestinya. Secara medik terapi ketergantungan opiad terdiri dari 2 fase yaitu
terapi detoksifikasi dan terapi pemeliharaan.
Penelitian ini merupakan kajian dan analisis deskriptif dengan melakukan
studi perbandingan antara penggunaan terapi metadon dengan burprenorphin di
RSKO Jakarta Timur. Dengan melakukan analisis perbandingan terhadap kedua
jenis terapi tersebut diharapkan dapat diperoleh variasi biaya untuk pengobatan
pecandu narkoba dengan analisis efektivitas biaya, serta penghitungan dengan
metode activity based costing (ABC). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memilih alternatif pengobatan yang paling efektif dan efisien, antara terapi
metadon dengan burprenorphin.
Dari hasil penelitian dan observasi terhadap pasien selama bulan Maret
2007 sampai dengan November 2007 diperoleh hasil bahwa dari alur pelayanan,
terapi metadon dan burprenorphin memiliki jumlah biaya yang sama besar untuk
pendaftaran, kasir, poli umum/NAPZA, psikologi dan laboratorium. Jumlah biaya
yang sama antara terapi metadon dengan burprenorphin berlaku untuk ketiga fase
pengobatan yaitu: fase induksi, stabilisasi, dan rumatan.
Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa rasio tingkat
keberhasilan pasien yang menggunakan terapi metadon lebih besar daripada yang
menggunakan terapi burprenorphin. Biaya harus dikeluarkan oleh alur pelayanan
terapi metadon lebih kecil daripada biaya alur pelayanan burprenorphin. Dengan
demikian, beban biaya RSKO dalam memberikan terapi burprenorphin juga lebih
besar jika dibandingkan dengan metadon.
Dari penghitungan dengan metode Cost Minimization Analysis (CMA),
diperoleh hasil bahwa terapi metadon memiliki biaya yang lebih murah
dibandingkan dengan terapi burphenorphin. Rata ? rata biaya biaya terapi
metadon per 1% keberhasilan adalah Rp 2.310.275 / 26,7% = Rp 86.527. Pada
terapi Burphenorphin adalah Rp 1.797.116 / 2,5 % = Rp 718.846.
Selain itu tingkat keberhasilan terapi metadon ( 26,7%) juga terbukti lebih
tinggi daripada terapi burphenorphin ( 2,5%).