Tesis ini merupakan kajian interdisipliner studi cerita (naratologi) dan studi ingatan budaya terhadap novel Merajut Harkat (2010) karangan Putu Oka Sukanta. Argumentasi utama tesis ini adalah ingatan peristiwa 1965/1966 mengenai pemenjaraan para tahanan politik yang dituduh sebagai pengkhianat dan komunis serta mengalami berbagai perendahan martabat kemanusiaan di penjara. Berdasarkan teori situasi narasi Franz Karl Stanzel, cerita pada Merajut Harkat menggunakan situasi first person narrative dan authorial narrative sebagai strategi penceritaan yang mengarahkan pembacaan pada pemahaman terhadap narasi personal "aku" Mawa sebagai persona yang hadir, mengalami, dan menceritakan peristiwa. Dalam studi ingatan, hal itu berhubungan dengan "aku" yang mengingat, dan "aku" yang merekonstruksi ingatan personalnya sebagai tahanan politik. Peristiwa 1965/1966 yang didasarkan pada ingatan personal tersebut mengarahkan empati pembaca pada subjek-subjek yang dianggap sebagai pengkhianat agar dapat dipahami dan diterima untuk masuk kembali menjadi bagian dari Indonesia sebagai bangsa.
This thesis is an interdisciplinary study of the narratologi and the cultural memory studies of the novel entitled Merajut Harkat (2010) written by Putu Oka Sukanta. The main argument of this thesis is the recollection of 1965/1966 events regarding the imprisonment of political prisoners who were accused of being traitors and communists who have a variety of degrading human dignity in prison. Based on Franz Karl Stanzel's theory of narrative situations, the story of Merajut Harkat uses the first person and authorial narrative situations as narrative strategies in directing the reading to the understanding of the personal narration "I", Mawa is the personage who presents, experiences, and tells the events. In memorial study, it relates to the "remembering "I" and "I" who reconstructs his personal memories as a political prisoner. The events of 1965/1966 which are described under personal memory direct the reader empathetic feeling for the subjects who are considered as traitors in order to be understood and accepted and to be back as the part of Indonesia as a nation.