Penggunaan Klausula Baku dalam kehidupan sehari - hari sangat marak dan karenanya dapat dengan sangat mudah ditemukan. Kecenderungan masyarakat, dalam hal ini kelompok konsumen, untuk mempersepsikan bahwa klausula baku tersebut sebagai sesuatu hal yang wajar dan tanpa masalah, adalah fenomena yang dapat penulis simpulkan selama proses penelitian ini berlangsung. Dilain sisi, penulis juga melihat adanya kegiatan ataupun upaya yang disengaja dan tanpa ragu dari pihak pelaku usaha untuk terus menerus menggunakan klausula baku ini, meskipun secara hukum hal tersebut tidak dibenarkan. Ketegasan larangan penggunaan klausula baku ini dalam Undang - Undang Perlindungan Konsumen, seakan tidak berarti, terutama sekali apabila penggunaaan klausula baku tersebut di legitimasi dengan menggunakan asas kebebasan berkontrak sebagai suatu asas fundamental yang melandasi keterikatan para pihak dalam setiap kegiatan berkontrak yang dilakukannya.
Untuk itulah penulis mengangkat kembali pokok - pokok materi yang terkait dengan asas kebebasan berkontrak ini disertai dengan tinjauan kesejarahan yang melingkupinya, dengan tujuan agar masyarakat kembali memahami bahwa penggunaan klausula baku dengan mendasarkan legitimasinya pada asas kebebasan berkontrak adalah tidak benar, dan berdasarkan kenyataan sejarah legitimasi yang sedemkian itu telah lama sekali ditinggalkan oleh bangsa - bangsa lain yang notabene adalah bangsa - bangsa pencetus atau setidak - tidaknya diakui sebagai pencetus asas kebebasan berkontrak ini bagi masyarakat dunia pada umumnya. Asas kebebasan berkontrak, selanjutnya digantikan atau setidak - tidaknya diimbangi dengan landasan legitimasi yang lain lagi yaitu asas keseimbangan dalam perjanjian. Melalui penerapan asas keseimbangan ini, penulis mengharapkan agar masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan klausula baku tersebut benar - benar tidak memliki basis legitimasi apapun baik berdasarkan hukum positif maupun lebih jauh lagi berdasarkan asas - asas yang melandasi hukum positif itu sendiri.