ABSTRAKMemutus rantai penularan filariasis dilakukan melalui pemberian obat
filariasis kepada penduduk dalam pengobatan massal. Adanya microfilaria di
dalam darah (microfilaremia) merupakan penyebab munculnya filariasis.
Kepatuhan seseorang untuk minum filariasis dalam pengobatan massal sangat
mempengaruhi keberhasilan pengobatan massal dalam memutus rantai penularan
filariasis. Melalui pengobatan massal penderita microfilaremia akan berubah
menjadi amicrofilaremia, yaitu status kesehatan dimana microfilaria sudah tidak
ada lagi di dalam darah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis evaluasi ekonomi penderita
microfilaremia yang patuh minum obat, dengan yang tidak patuh minum obat
setelah pengobatan massal filariasis 4 tahun. Biaya yang terkait meliputi biaya
pengobatan dan biaya rawat jalan. Biaya rawat jalan terjadi karena efek
pengobatan sesudah minum obat filariasis dan gejala akut yang muncul akibat
menderita microfilaremia.
Hasil penelitian menunjukan bahwa besarnya biaya untuk mengubah
penderita microfilaremia menjadi amicrofilaremia pada yang patuh minum obat
adalah Rp. 119.992,-. Sedangkan besarnya biaya untuk mengubah penderita
microfilaremia menjadi amicrofilaremia pada yang tidak patuh minum obat adalah
sebesar Rp. 141.514,-. Biaya untuk mengubah penderita microfilaremia menjadi
amicrofilaremia pada penderita penderita yang patuh minum obat, lebih kecil dari
yang tidak patuh minum obat.
Abstract The success and sustainability of drug administration of filariasis,
require an understanding of relevant perceptions and practices of the people living
in endemic communities. Filariasis elimination relies on once yearly concurrent
administration of two drugs, Albendazole with DEC, that shown to be highly
effective in removing microfilariae in the blood.
This research aimed to analyze economic evaluation of patient
compliance in drug administration of filariasis. This intervension would remove
microfilariae from the blood, the amicrofilaremia. On the other side, drug
administration for Lymphatic Filariasis can cause adverse reaction from
microfilariae and adult worm death. This adverse reaction can influence the
compliance of taking the drug and insert the cost of therapy. The costs that spent
during the drug administration are the cost to administer the drug and the cost for
resolve adverse reaction. This economic evaluation would compare these costs
with the amicrofilaremia condition.
Result showed that the cost of amicrofilaremia on patient with no
complience is Rp. 119.992,- and the cost of amicrofilaremia on patient with
complience is Rp. 141.514,-. It means that the cost of amicrofilaremia on patient
with no compliance is smaller than with complience. Advocating the feasibility
and significant reduce of microfilariae of low costs, as shown in this study could
be useful to sensitize the health and the authorities to generate resources and
communities for LF elimination programmes.