Rumusan keadilan selama ini begitu identik sebagai yang monumental, yang selalu dapat ditunjuk oleh subjek dengan pendasaran pada asumsi keberadaan sensus communis. Asumsi tersebut telah membuat konsepsi keadilan mengeksklusi kesadaran perseptual subjek seperti yang dilakukan oleh kerangka utiliatarianisme, intuisionisme, dan kontraktarianisme. Penelitian ini mencoba menunjukan bagaimana keadilan yang monumental tidak dapat dipertahankan lagi melalui tawaran Derrida tentang keadilan, sehingga keadilan dapat dipahami sebagai integritasnya dengan kesadaran perseptual subjek sebagai ketegangan yang tanpa henti dan dapat terus hadir walaupun tidak pernah dalam kepenuhan, keadilan momentual. Dengan sasaran memberikan pemahaman yang komprehensif akan momen keadilan maka diharapkan dapat memberikan kecukupan ruang untuk dinamika keadilan itu sendiri menghindari kekerasan pada subjek akibat stagnansinya.
Formulation of justice has been very identical to something which is monumental, which has always been able to be referred by subject based on presupposition of the sensus communis. That presupposition has excluded the subject's perseptual consciousness by the justice conception, just like the utilitarianism, intuisionism, and contractarianism have done. This research tries to demonstrate how monumental jutice can no longer be preserved through Derrida's offer about justice, thus justice can be understood as its integrity with the subject's perceptual conciousness as the unstoppable stress and will be always present eventhough it has never been the fully one, which is the momentual justice. The aim of this research is to give a comprehensive understanding of the moment of justice. The author expect that this research can give enough locus for the dynamic of justice itself to prevent the violence on the subject which is caused by its stagnancy.