Penelitian ini membahas mengenai strategi diplomasi digital Amerika Serikat
yang dijalankan melalui kebijakan 21st Century Statecraft, yang dicanangkan oleh
Menteri Luar Negeri Hillary Clinton di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama.
Tujuan dari strategi diplomasi ini adalah untuk mengadaptasikan kemajuan teknologi
yang telah mempengaruhi dinamika hubungan internasional ke dalam implementasi
kebijakan luar negeri AS dalam rangka penyelenggaraan soft power negara ini. Dua
studi kasus yang dipakai di dalam penelitian ini adalah implementasi 21st Century
Statecraft di dalam protes pemilihan presiden Iran (2009-2010) dan revolusi Mesir
(2011), di mana AS mendukung penciptaan kebebasan Internet dan membantu
penyediaan kapabilitas teknologi informasi bagi gerakan-gerakan masyarakat di
kedua negara ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan strategi
diplomasi digital tidak hanya dapat digantungkan pada konsep network society
(Manuel Castells) yang menyebutkan bahwa dengan terbentuknya jaringan antara
negara dan masyarakat, maka pesan/naratif akan lebih mudah untuk disebarkan dan
diterima oleh publik internasional. Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi,
seperti yang ditunjukkan oleh studi kasus, yaitu kontrol pemerintahan terhadap
infrastruktur teknologi informasi dan frame of thinking masyarakat. Di samping itu,
penelitian ini juga menemukan bahwa diplomasi digital berkontribusi pada
penyelenggaraan soft power AS dengan berperan untuk membentuk pesan dan naratif
mengenai AS bagi publik internasional; penyediaan dukungan jaringan dan
kapabilitas teknologi informasi dan komunikasi; dan penyediaan dukungan bagi
kebebasan Internet.
AbstractThis research explores United States? digital diplomacy strategy through 21st
Century Statecraft policy, which was launched by Secretary of State Hillary Clinton
under Obama Administration. This research is analyzing the implication of this
strategy toward the manifestation of US soft power through comparative study cases
of Iranian presidential election (2009-2010) and Egyptian revolution (2011), where
the US supported the Internet freedom and helped to increase the information
technology capabilities of civil society movements in both countries. The research
shows that US digital diplomacy?s success (or lack thereof) cannot depend on the
notion that today?s world has turned into a ?network society? (Manuel Castells),
which, arguably, makes messages/narratives easier to spread and be acceptedf by
foreign public. Instead, there are other various factors that influence its
implementation. As shown by the cases of Iran and Egypt, the main factors are the
government?s control toward IT infrastructure and respective public?s frame of
thinking. In the later analysis, this research also finds that digital diplomacy
contributes to the implementation of US soft power through its roles: creation of
narrative/message on US for international public; provision of network and
information & communication technologies support; and the ensuring of Internet
freedom for civil society.