Latar Belakang : Masalah kesehatan yang terkait gizi di Indonesia semakin kompleks dalam beberapa dekade mendatang karena Indonesia masih memerlukan waktu panjang untuk mengatasi kemiskinan yang erat kaitannya dengan kekurangan gizi. Sampai saat ini Indonesia masih menghadapi masalah gizi kurang seperti Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Di sisi lain, prevalensi gizi lebih (overnutrition) dengan segala implikasinya pada kesehatan dari waktu ke waktu cenderung meningkat seiring dengan derasnya arus global yang mempengaruhi budaya dan pola makan masyarakat Indonesia (Wirawan, 2008). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 (Depkes, 2008) menunjukkan bahwa terdapat 16,7% anak yang berusia dibawah lima tahun di Provinsi NTB yang menderita gizi kurang dan hasil tersebut lebih tinggi dari prevalensi gizi kurang secara nasional yaitu 13% (pengukuran berdasarkan nilai Z score BB/U ). sedangkan secara nasional gizi kurang pada bayi 6-11 sebesar 8,1% (Berdasarkan nilai Z Score BB/U, Depkes, 2008).
Tujuan : Secara umum tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah bayi 6-12 bulan dengan riwayat pemberian ASI secara eksklusif mempunyai status gizi yang lebih baik dibanding bayi 6-12 bulan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif di Provinsi NTB Tahun 2007.
Metode : Penelitian dilakukan dengan menggunakan disain kasus kontrol tidak berpasangan, pada 143 kasus dan 143 kontrol, bayi berusia 6-12 bulan. Kasus adalah bayi usia 6-12 bulan yang menderita gizi kurang (berdasarkan nilai Z score BB/U < -2 SD sampai -3 SD) di Provinsi NTB tahun 2007, sedangkan kontrol adalah bayi 6-12 bulan dengan status gizi baik (berdasarkan nilai Z score BB/U > -2 SD sampai +2 SD) yang diambil berdasarkan asal kasus. Untuk menganalisis hubungan ini dilakukan analisis multivariat regresi logistik.
Hasil : bayi 6-12 bulan di Provinsi NTB yang diberi ASI Eksklusif berisiko 0,441 (P= 0,003, CI 95%: 0,256-0,760) kali untuk menderita gizi kurang dibanding bayi yang tidak diberi ASI eksklusif setelah dikontrol oleh variabel kovariat yaitu status ekonomi, BBLR, status kesehatan bayi 2 minggu terakhir sebelum dilakukan pengumpulan data, praktek pemberian makan, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu dan paritas atau dengan kata lain bayi 6-12 bulan di Provinsi NTB yang tidak mendapatkan ASI eksklusif 2,3 kali lebih berisiko untuk menderita gizi kurang dibanding bayi yang mendapat ASI eksklusif setelah dikontrol oleh variabel kovariat. Dari hasil analisis juga diketahui bahwa seorang bayi dapat terhindar dari menderita gizi kurang sebanyak 28,57% jika mendapatkan ASI eksklusif.
Kesimpulan : Pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah bayi usia 6-12 bulan di Provinsi NTB tahun 2007 untuk menderita gizi kurang (OR=0,441, P= 0,003, CI 95%: 0,256-0,760) dan seorang bayi dapat terhindar dari menderita gizi kurang sebanyak 28,57% jika mendapatkan ASI eksklusif. Promosi atau kampanye ASI eksklusif perlu dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan sebagai salah satu cara atau metode untuk mendapatkan status gizi bayi yang lebih baik.
Background : Health problems related with nutrition in Indonesia will be more complex in several decades later since Indonesia still requires a long time to overcome poverty which is closely related with malnutrition. Until now Indonesia still faces malnutrition problems, such as Energy and Protein Deficiency (KEP), Vitamin A Deficiency (KVA), Iron Anemic Deficiency (AGB) and Disorder due to Iodine Deficiency (GAKY). On the other hand, overnutrition prevalence with all of its implications against health from time to time tends to increase in line with such tremendous globalization flow influencing eating culture and pattern of Indonesian people (Wirawan, 2008). Basic Health Research in 2007 showed that there are 16.7% of children aged under five years old in NTB Province suffered malnutrition and the output is higher than national malnutrition prevalence of 13% (measuring based on Z value of Body Weight/Age (BW/A) score). Meanwhile, in nationwide, malnutrition prevalence against infant aged 6-11 months old totaling to 8.1% (based on Z value of BW/A score), Depkes RI, 2008).Purpose : In general, the purpose of the research is to find out whether infants aged 6-12 months old with exclusive breastfeeding have better nutrition status compared to those without exclusive breastfeeding in NTB Province of 2007.Method : Research is conducted using non-paired control case design, in 143 cases and 143 controls of infants aged 6-12 months old. Case means infant aged 6-12 months old suffered malnutrition (based on Z value of BW/A score < -2 SD to -3 SD) in NTB Province of 2007, while control means infant aged 6-12 months old with good nutrition status (based on Z value of BW/A score > -2 SD to +2 SD) taken based upon case origin. To analyze the relation, it is made logistic regression multivariate analysis.Result : Infants aged 6-12 months old in NTB Province fed with Exclusive breastfeeding have the risk 0.441 (P= 0.003, CI 95%: 0.256-0.760) times to suffer malnutrition compared to infants without exclusive breastfeeding after being controlled by co-variate variables namely economic status, Low Birth Body Weight (BBLR), 2 last weeks infant health status before sampling, feeding practice, mother's education level and parity or in another word infants aged 6-12 months old in NTB Province without exclusive breastfeeding are 2.3 times riskier than those with exclusive breastfeeding after being controlled by co-variate variables. Based upon analysis result, it is also identified that an infant can be free from malnutrition of 28.57% if he/she obtains exclusive breastfeeding.Conclusion : Exclusive breastfeeding can prevent infants aged 6-12 months old in NTB Province in 2007 to suffer malnutrition (OR=0.441, P= 0.003, CI 95%: 0.256-0.760) and an infant can be free from malnutrition of 28.57% if he/she obtains exclusive breastfeeding. Promotion or campaign for exclusive breastfeeding needs to be continuously and sustainably carried out as the way or method to obtain better infant nutrition status.