Jumlah penduduk di Indonesia semakin bertambah. Dengan meluasnya masyarakat, tuntutan terhadap kebutuhan akan tanah pun makin meluas. Agar tidak terjadi penyalahgunaan hak-hak atas tanah maupun penyerobotan, perlu disahkannya pengaturan mengenai hak-hak atas tanah. Hak yang paling kuat dan penuh adalah hak milik. Namun tidak semua anggota masyarakat kenal akan perangkat-perangkat hukum yang dapat memperlancar ataupun membantu proses pencapaian pada hak-hak atas tanah tersebut. Tidak banyak dari masyarakat kita yang mengetahui hak dan kewajibannya terhadap tanah yang mereka duduki. Hal ini dapat menimbulkan berbagai macam rasa ke ragu-raguan tentang siapa yang memiliki tanah yang mereka duduki dan siapa yang selayaknya dapat dianggap sebagai pemilik dari tanah tersebut. Disitulah masuk kegunaan dari Lembaga Daluarsa yang adalah untuk menghentikan dan rnenghapuskan segala rasa ragu dan rasa ketidakpastian akan hak dan kewajiban masyarakat atas tanah yang mereka duduki. Namun muncul keragu-raguan lain yaitu pengaturan Lembaga Daluarsa yang ganda, yakni di KUHPerdata dan di UUPA. Di satu sisi, KUHPerdata memberlakukan adanya Lembaga Daluarsa tetapi di sisi lain, selain UUPA tidak mengenal adanya Lembaga Daluarsa karena Hukum adat yang menjadi dasar perumusan UUPA tidak mengenal adanya Lembaga Daluarsa, UUPA juga mencabut keberlakuan adanya Lembaga Daluarsa yang dianut oleh KUHPerdata sejak UUPA diberlakukan pada tahun 1960. Berdasarkan uraian tersebut, maka skripsi ini ditujukan untuk memberikan deskripsi mengenai Lembaga Daluarsa pada KUHPerdata dan UUPA dan penjelasan mengenai apakah UUPA mengenal adanya lembaga daluarsa atau tidak.