UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa (suatu tinjauan yuridis)

Iwan; Wahyono Darmabrata, supervisor; Suharnoko, supervisor (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003)

 Abstrak

Manusia sebagai salah satu subyek hukum dapat melakukan perjanjian apa saja sesuai dengan kepentingannya sepanjang tidak bertentangan dengan Kepentingan umum dan kesusilaan. Tetapi tidak semua manusia dapat melakukan sendiri perbuatan hukum, hal ini disebabkan. karena kesibukannya antara lain sakit atau di cabut hak keperdataanya, untuk itu diperlukan suatu pelimpahan hak dan kewajiban, dalam hal ini biasa disebut pemberian kuasa. Pemberian kuasa itu ada setelah adanya perikatan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, dalam pemberian kuasa itu para pihak yang terikat didalamnya harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dan masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan ditaati, karena apabila tidak dipenuhi dan ditaati maka pemberian kuasa tidak sah (batal demi hukum) dan dapat dibatalkan. Perjanjian pemberian kuasa harus dinyatakan dengan tegas dan jelas, untuk menghindar kerugian yang tidak diharapkan oleh kedua belah pihak dan penerima kuasa tidak boleh melampaui hak dan kewenangan yang diberikan oleh pemberi kuasa. Penulis mencoba ulntuk menggali dan menganalisa dari masalah yang muncul setelah ada putusan badan pertadilan yaitu mengenai Pemberian kuasa penuh atau mutlak dibidang pertanahan sebagian orang ada yang membolehkan kuasa mutlak berlaku dan sebagian lainnya menganggap suatu perbuatan melawan hukum. Menurut pasal 1813 KUH Perdata, karena pemberian kuasa merupakan suatu perjanjian jadi apabila didalam perjanjian pemberian kuasa tersebut di dalam klausulanya terdapat kata melepaskan pasal 1813 KUH Perdata, membolehkan kuasa mutlak berlaku . Sedangkan ketentuan yang melarang apabila tidak diperjanjian untuk melepaskan pasal tersebut. Selanjutnya dalam putusan mengenai surat kuasa cacat formil dalam permohonan kepailitan adalah, tidak sah dan pengadilan niaga berhak untuk menjatuhkan putusan yang amarnya tidak dapat diterima, tanpa menyinggung materi pokok perkara. Jadi surat kuasa yang cacat formil tersebut batal demi hukum, karena syarat formal tentang Persona Standi In Judicio dalam perkara ini tidak dipenuhi. Dari hasil penelitian tersebut diharapkan kita dapat mengetahui fungsi dan manfaatnya kapan dan bagaimana kita harus memberikan kuasa.

 File Digital: 1

Shelf
 S21121-Iwan.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Skripsi Membership
No. Panggil : S21121
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : viii, 119 pages ; 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S21121 14-22-08197566 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20322259
Cover